Selamat datang Di Blog Si keceng

sebuah kata yang akan terukir
ternyata setelah aq berpir bisa untuk membuat blog akhirnya aq bisa

maka jgnlah kamu berpikir tidak bisa dulu niscaya kamu akan tidak bisa.....sepakat toooh

Kamis, 15 Juli 2010

Epidiomologi pertanian

EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TUMBUHAN

Ketahanan vertikal

Masa kini, banyak digunakan benih atau bibit yang mempunyai ketahanan

vertikal untuk mengejar hasil panen yang tinggi. Dari segi epidemiologi, ada

beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menggunakan ketahanan vertikal,

yaitu sebagai berikut :

1. Adanya variabilitas vertikal dari inang. Ketahanan vertikal mudah diterapkan

pada tanaman semusim, misalnya : cerealia, legum, sayuran, kentang, tomat,

tembakau, kapas, dan tanaman semusim lainnya. Untuk tanaman setahun atau

setengah keras, misalnya : tebu, pisang dan beberapa buah-buahan sulit

diterapkan, sedangkan untuk tanaman tahunan (keras), misalnya : teh, kopi,

kakao, karet, jeruk, apel, kelapa, dan tanaman hutan sangat tidak praktis atau

sama sekali tidak dapat dilaksanakan. Perlu diperhatikan juga tentang

kemudahan untuk mengadakan pemuliaan. Variabilitas vertikal tanaman inang

mempunyai perbedaan individual antara spesies tanaman. Tebu yang lebih

mudah dimuliakan mempunyai variabilitas vertikal yang tinggi dibanding

triploid pisang yang lebih sulit dimuliakan.

2. Tipe epidemi penyakit tanaman. Adanya dua tipe epidemi yang secara

matematik analog dengan bunga tunggal dan bunga majemuk dalam pinjam

meminjam uang di Bank. Ketahanan vertikal lebih mempunyai arti terhadap

penyakit tipe bunga tunggal dari pada tipe bunga majemuk. Fusarium,

Verticillium, dan layu bakteri merupakan penyebab penyakit tipe bunga

tunggal, sedangkan Phytophthora pada kentang merupakan penyebab penyakit

bunga majemuk.

3. Mutabilitas patogen atau kemudahan patogen mengalami mutasi. Ketahanan

vertikal agak tidak berarti terhadap patogen yang mempunyai mutabilitas

vertikal yang tinggi. Mutabilitas vertikal dapat terjadi pada patogen tipe bunga

tunggal maupun tipe bunga majemuk. Synchitrium endobioticum dan beberapa

Fusarium mempunyai mutabilitas vertikal yang rendah, sedangkan

Pseudomonas solanacearum mempunyai mutabilitas vertikal yang tinggi.

Diantara penyakit tipe bunga majemuk Fuccinia graminis mempunyai

mutabilitas vertikal yang lebih rendah jika dibandingkan Puccinia polysora

dan Phytophthora infestans yang dapat menghasilkan patotipe vertikal dalam

satu musim dengan populasi yang sangat kecil. Ketahanan vertikal terhadap

penyakit, baik di lapangan maupun di laboratorium akan cepat dipatahkan.

4. Keragaman genetik tanaman inang. Ketahanan vertikal tidak begitu

mempunyai arti apabila populasi tanaman inang yang secara genetik seragam

(uniform) ditanam dalam areal yang luas sebagai kultivar tunggal (monokultur)

Misalnya pada pertanaman gandum, jumlah populasi patogen (Puccinia

antirhini dan Puccinia graminis) dari suatu daerah biasanya sedikit, gennya

campuran dan jarang, tekanan seleksi pada patotipe vertikal yang baru akan

kecil, sebaliknya populasi tanaman gandum yang luas, gennya seragam dan

rapat maka seleksi pada patodem vertikal yang baru sangat besar, sehingga

ketahanan vertikal tanaman gandum akan patah.

5. Pola tanam dan pola waktu tanam. Pola tanam dari ketahanan vertikal di

lapangan adalah sangat penting terutama untuk menghadapi penyakit tipe

bunga majemuk. Monokultur mempengaruhi tekanan seleksi terhadap patogen

tertentu, menghindari monokultur merupakan salah satu cara pengendalian

penyakit tipe bunga majemuk. Pola waktu tanam dari pertanaman yang

memiliki ketahanan vertikal merupakan langkah sangat penting terutama

untuk menghadapi penyakit tipe bunga tunggal. Dalam rotasi tanaman, satu

atau lebih gen yang kuat untuk ketahanan vertikal harus tersedia untuk

menjamin bahwa tekanan stabilitas bekerja secara maksimal.

6. Alat perbanyakan tanaman inang. Ketahanan vertikal kurang berarti untuk

menghadapi penyakit yang ditularkan melalui alat perbanyakan vegetatif

inang. Beberapa penyakit ditularkan melalui alat-alat vegetatif. Bila alat-alat

perbanyakan vegetatif tersebut mempunyai ketahanan vertikal, maka akan

diikuti penularan patotipe vertikal yang sesuai. Inokulum awal kemudian

menjadi berkembang dan pengaruh ketahanan vertikal akan hilang.

7. Tingkat perlindungan ketahanan. Ketahanan vertikal akan cepat patah jika

perlindungan untuk ketahanan yang diberikan tidak sempurna.. Mekanisme

ketahanan vertikal harus memberi perlindungan yang sempurna terhadap

patotipe, tetapi kalau tidak sempurna akan kurang mempunyai arti dan

berbahaya (sangat mudah dipatahkan ketahanannya).

8. Musim atau iklim. Ketahanan vertikal akan lebih mempunyai nilai apabila ada

musim yang menutup, misalnya musim kemarau yang panjang, akan

mengurangi populasi patogen patotipe baru. Hal ini sangat penting terutama

untuk menghadapi parasit obligat tipe bunga majemuk pada tanaman semusim.

Pada tanaman tahunan tetap tidak berguna dalam menggunakan ketahanan

vertikal meskipun ada musim yang menutup karena masih tersedianya jaringan

inang secara berkesinambungan (continue) selama musim kemarau, sehingga

patotipe baru tetap berkembang.

9. Pelaksanaan pengendalian legislatif. Ketahanan vertikal akan lebih

mempunyai arti jika pengendalian legislatif berjalan sesuai dengan peraturan

yang berlaku. Pengendalian legislatif antara lain larangan penanaman patodem

vertikal tertentu untuk mempertahankan kekuatan ketahanan vertikalnya.

Misalnya kultivar ketang dengan ketahanan vertikal terhadap penyakit kutil

(Synchitrium endobioticum). Patogen tersebut merupakan patogen golongan

parasit obligat dan mekanisme ketahanan vertikal kentang memberi

perlindungan sempurna terhadap patotipe vertikal yang tidak sesuai. Di bawah

keadaan tersebut patogen dapat mempertahankan diri hanya dalam bentuk

spora istirahat yang merupakan patotipe vertikal asli, sehingga tidak dapat

dihasilkan patotipe vertikal baru dan ketahanan vertikal tak dapat dipatahkan.

Bentuk lain pengendalian legislatif yang dapat mempertahankan nilai

ketahanan vertikal adalah sertifikasi kesehatan benih dan pengendalian pola

pertanaman.

10. Tingkat penggunaan ketahanan horizontal. Ketahanan vertikal tampaknya

lebih mempunyai arti jika diperkuat dengan tingkat pengunaan ketahanan

horizontal. Tingkat ketahanan horizontal biasanya nilainya sangat rendah,

tetapi ketahanan vertikal dapat dipertinggi secara menyolok jika diperkuat

dengan tingkat ketahanan horizontal yang berguna. Suatu contoh kultivar

kentang vertifolia yang diseleksi untuk ketahanan vertikal terhadap

Phytophthora infestans telah kehilangan ketahanan horizontalnya dalam

proses pemuliaan, sehingga akibatnya paada waktu ketahanan vertikalnya

patah maka kultivar vertifolia sangat rentan terhadap Phytophthora. Fenomena

seperti ini disebut ‘vertifolia effect’.

Sepuluh hal tersebut di atas akan sulit dimengerti jika tidak ada ilustrasi

dalam praktek. Beberapa contoh dalam praktek akan disampaikan berikut ini

agar dapat diidentifikasi aturan-aturan di atas dengan cara diberi nomor dalam

kurung.

a. Layu Fusarium oxysporum. Patogen ini merupakan parasit fakultatif dari tipe

bunga tunggal (2). Tanaman inangnya adalah tanaman semusim (1) yang

paling sedikit diketahui ada satu gen yang kuat, sehingga rotasi tanaman dapat

dilakukan (5), dan pengendalian secara sempurna dapat dimungkinkan dengan

ketahanan vertikal. Pengendalian yang demikian dapat berhasil pada tanaman

tomat dan kobis, tetapi akan gagal jika rotasi tanaman tidak dijalankan.

Pengendalian yang demikian tidak berhasil pada tanaman pisang panama

terhadap penyakit panama (Fusarium oxysporum), karena pisang merupakan

tanaman setahun (setengah keras) yang sangat sulit dimuliakan (1) dan

ditanam dalam areal yang luas dengan klon tunggal (4) dan penyakit juga

ditularkan melalui bahan vegetatif (6).

b. Layu bakteri yang disebabkan oleh Pseudomonas solanacearum. Ketahanan

vertikal terhadap penyakit ini telah dipersiapkan pada kentang, akan tetapi

tidak mempunyai nilai karena patogen mempunyai mutabilitas vertikal yang

tinggi (3), kekurangan gen kuat, penyakit menular melalui umbi sebagai bibit

(6) dan kesulitan untuk mencapai pengendalian legislatif yang cocok (9) di

daerah pertanian tropika di mana penyakit tersebut menimbulkan kerugian.

Kenyataannya, strain SFR dari patogen telah berubah dari tipe bunga tunggal

menjadi tipe bunga majemuk (2)

c. Karat kopi yang disebabkan oleh Hemileia vastatrix. Spora dari karat kopi

ditularkan melalui air. Hal ini berarti bahwa pada skala perkebunan, individu

populasi inang adalah pohon tunggal dan karat merupakan penyakit tipe bunga

tunggal. Pada skala pohon tunggal, individunya adalah daun tunggal dan karat

adalah penyakit bunga majemuk (2). Oleh karena itu pola dalam ruang tidak

mempunyai arti, karena kopi merupakan tanaman tahunan jangka panjang (1),

terdapat jaringan inang secara berkesinambungan (6) yang akan membawa

patotipe vertikal yang sesuai, sehingga pola dalam waktu (5) tidak dapat

dilakukan. Penggunaan ketahanan vertikal terhadap karat kopi sangat

membawa resiko, akan tetapi resiko ini dapat dikurangi karena mutabilitas

patogen (3) sangat rendah, disamping dimungkinkan mengurangi patogenisitas

horizontal dengan ketahanan vertikal yang kompleks. Di Pantai Gading telah

berhasil dikembangkan kopi Arabusta yang tahan terhadap Hemileia vastatrix

strain Afrika barat, kopi ini hasil persilangan kopi Arabika dan Robusta dan

menghasilkan kopi rasa Arabika dengan ketahanan Robusta.

d. Penyakit hawar daun pada kentang yang disebabkan oleh Phytophthora

infestans. Penyakit hawar daun kentang merupakan penyakit tipe bunga

majemuk (2) yang disebabkan oleh patogen dengan mutabilitas vertikal yang

tinggi (3) yang dibawa oleh bagian-bagian vegetatif kentang (6) dari

pertanaman yang secara genetik seragam (4). Faktor-faktor tersebut lebih

menguntungkan kentang sebagai pertanaman semusim yang mekanisme

ketahanan vertikalnya memberikan perlindungan sempurna terhadap patotipe

vertikal yang tidak sesuai (7) dari parasit obligat. Beberapa gen yang kuat

diketahui, ketahanan vertikal terhadap penyakit hawar daun sedemikian jauh

gagal untuk mengendalikan penyakit, akan tetapi kemungkinan pola

pertanaman (5) dan penguatan kembali dengan ketahanan horizontal (10)

dapat menolong.

e. Karat tropika pada jagung yang disebabkan oleh Puccinia polysora. Penyakit

karat jagung merupakan penyakit tipe bunga majemuk (2) yang disebabkan

oleh patogen dengan mutabilitas vertikal yang tinggi (3), sehingga ketahanan

vertikal tanaman terhadap karat jagung tropika cepat patah dan tidak bernilai

lagi. Jagung merupakan tanaman dengan gen yang beraneka ragam dan

bersifat polinasi terbuka, sehingga menghasilkan tingkat ketahanan horizontal

yang memadai. Oleh karena itu ketahanan vertikal akan tidak berguna dan

bahkan tidak diperlukan.

5.5. Budidaya tanaman

Untuk meningkatkan produksi bahan makanan dilakukan usaha budidaya

yang intensif (intensifikasi) dan perluasan areal (ekstensifikasi). Perubahan

lingkungan dari cara budidaya tradisional ke cara budidaya dengan teknologi

moderen mengundang resiko penyakit tanaman yang harus diperhitungkan.

Penggunaan tanah atau lahan yang bebas dari penyebab penyakit harus

diartikan bahwa tanah atau lahan tersebut relatif atau sama sekali bebas dari

patogen yang dapat merugikan jenis tanaman yang akan dibudidayakan atau

ditanam dan boleh mengandung patogen tanaman lain. Di Bengkulu banyak

tanah bukaan baru, seperti bekas alang-alang atau bekas hutan sering merupakan

tanah atau lahan yang bebas patogen tergantung dari jenis tanaman yang akan

dibudidayakan. Tanah bekas hutan akan merupakan tanah atau lahan yang dapat

sangat berpotensi terhadap penyakit jika lahan tersebut kemudian dibudidayakan

tanaman tahunan juga, seperti : karet, kopi, teh, kakao, kelapa sawit dan

tanaman tahunan lainnya, karena pada lahan tersebut akan ada sisa-sisa patogen

akar dari pohon hutan yang dapat merugikan tanaman tahunan yang

dibudidayakan.

Parasit yang terutama menyerang tanaman subur biasanya adalah parasit

obligat, yang hidupnya sangat tergantung kepada sel-sel hidup, seperti : patogen

karat (Puccinia arachidis) pada kacang tanah, patogen karat jagung (Puccinia

polysora), patogen bulai jagung (Scleroperonospora maydis), patogen tepung

pada karet, jeruk, tembakau (Oidium spp.), patogen cacar pada teh

(Exobasidium vexans), patogen karat pada kopi (Hemileia vastatrix), serta

paenyakit-penyakit yang disebabkan oleh virus, mikoplasma dan spiroplasma

pada macam-macam tanaman semusim maupun tahunan. Pemakaian nitrogen

yang terlampau banyak tidak mempunyai pengaruh langsung terhadap

timbulnya karat tetapi akan meningkatkan jumlah daun dan kandungan air.

Intensitas penyakit dan kerentanan tanaman sangat dipengaruhi oleh

penggunaan nitrogen. Penyakit karat dan tepung dirangsang oleh N dari nitrat

(NO3) tetapi dihambat oleh N dari amonium (NH4). Bertambahnya berat

serangan penyakit tepung sebagai akibat dari NO3 dibarengi dengan

bertambahnya luas daun. Meskipun demikian ketahanan daun, yang tergantung

kepada umur, dapat meningkat lagi sebagai hasil penambahan penggunaan

bentuk nitrogen. Patogen Desclera turcica pada jagung, justru timbulnya

penyakit pada varietas yang resisten (tahan) akan lebih berkurang karena NO3,

sebaliknya penggunaan NH4 pada varietas padi yang rentan akan menambah

timbulnya Pyricularia oryzae.

Tanaman yang lemah atau yang tumbuh pada tanah kurang subur mudah

menderita penyakit fisiologis dan mudah diserang oleh parasit-parasit lemah

yang biasanya menyebabkan bercak daun dan busuk akar. Pada tanah-tanah

yang baru sedikit mengalami pelapukan dengan pH rendah (asam) akan

menguntungkan untuk hidupnya jamur-jamur akar, sedangkan tanah-tanah

dengan pH tinggi (5,2 – 5,7) mudah terjangkit penyakit kudis. Intensitas

penyakit busuk akar pada tembakau yang disebabkan oleh Thielaviopsis

basicola akan menurun jika diberi asam sulfat tetapi akan meningkat jika diberi

asam fosfat. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan unsur yang sama ke tanah

dari senyawa yang berbeda akan dapat mengakibatkan perkembangan penyakit

yang berbeda pula.

Parasit yang penularannya lewat tanah kurang dapat bertahan dalam tanah

yang terlalu basah, karena mikroorganisme lain yang bersifat antagonik

(misalnya : Trichoderma, Verticillium) akan menjadi lebih aktif. Tektur tanah

yang lebih ringan akan disukai oleh beberapa parasit seperti nematoda, jamur

akar merah bata (Poria hypolateritia), jamur akar coklat (Phellinus lamaensis),

sedangkan penyakit-penyakit bakteri pada kapas (Xanthomonas malvacearum),

jamur akar merah anggur (Ganoderma pseudoferreum), jamur akar merah ungu

(Spherotilbe repens) banyak terdapat pada tanah bertekstur berat.

Akar tanaman dan patogen tular tanah menempati lingkungan yang sama,

misalnya aerasinya. Perubahan aerasi tanah mungkin akan mempengaruhi

kerentanan tanaman, virulensi patogen atau kedua-duanya, sehingga timbulnya

penyakit akan dipengaruhi oleh keadaan aerasi tanah. Busuk akar tebu yang

disebabkan oleh Pythium arrenomones telah diteliti ada pengaruh ‘salisylic

aldehyde’ yang biasanya terdapat pada tanah-tanah yang drainasenya jelek.

Substansi ini menyebabkan adanya keracunan terhadap tebu dalam konsentrasi

yang relatif tinggi, tetapi mempunyai pengaruh yang kecil dalam konsentrasi

rendah. Namun demikian pengurangan berat tanaman karena inokulasi dengan

jamur tersebut mendekati 6 kali jika ada salisylic aldehyde.

Daerah yang hujannya tidak teratur atau mempunyai periode kering yang

panjang, irigasi merupakan hal yang penting untuk meningkatkan produksi

pertanian. Namun demikian pemberian air akan mempengaruhi kelembaban

tanah dan pada umumnya menambah berat serangan dari patogen tular tanah,

misalnya : Sclerotium rolfsii, Rhizoctonia spp. Irigasi memang memungkinkan

menanam tanaman di luar musim, sehingga rotasi tanaman biasanya kurang

diperhatikan. Hal ini menyebabkan terjadinya serangan yang lebih awal. Oleh

karena itu investasi alat-alat irigasi yang besar hanya menguntungkan jika

tanaman yang akan diusahakan mempunyai nilai pasar yang tinggi dan tindakan

perlindungan tanaman perlu dilakukan seawal mungkin. Untuk penyakitpenyakit

tertentu, misalnya busuk kaki hitam pada Rosela yang disebabkan oleh

Phytophthora parasitica, penggenangan air sedalam 20 cm atau lebih akan

mematikan patogen. Pengenangan satu bulan sebelum ditanami tembakau dapat

sangat mengurangi penyakit lanas yang disebabkan oleh Phytophthora

nicotianae dan membantu perkembangan jamur-jamur antagonis. Namun

demikian jika drainasenya jelek akan merupakan sarang patogen.

Saat menyebar benih, dalamnya menanam dan jarak tanam merupakan

salah satu hal yang harus diperhatikan dalam mengendalikan penyakit tanaman,

karena berpengaruh terhadap lingkungan yang diciptakan dari pertumbuhan

tanaman dan persaingan unsur hara dalam tanah. Banyak tanaman yang lebih

rentan terhadap penyakit pada waktu masih muda. Untuk mengendalikan

penyakit bulai pada jagung dianjurkan untuk menanam jagung lebih awal,

sehingga pada waktu musim banyak hujan, tanaman sudah cukup besar dan

tahan terhadap penyakit bulai. Di Jepang penanaman padi yang lebih awal justru

menambah timbulnya penyakit blast, sebaliknya di Afrika penanaman kacang

tanah yang awal merupakan tindakan pencegahan terhadap penyakit roset yang

disebabkan oleh virus dan ditularkan oleh Aphis.

Penanaman yang terlalu dalam berarti memperbesar kemungkinan

terserang oleh parasit tular tanah, karena kecambah terlalu lama berada di dalam

tanah. Demikian juga penanaman yang terlalu rapat memberikan lingkungan

yang sangat baik kepada parasit-parasit yang perkembangannya dibantu oleh

kelembaban yang tinggi, seperti : Pythium spp. penyebab penyakit busuk

batang, sebaliknya penanaman kacang tanah yang rapat dapat mengurangi

infeksi virus yang ditularkan oleh aphis, menekan persaingan dengan gulma dan

dapat mempertinggi angka hasil.

Pemeliharaan tanaman yang dilakukan oleh petani pada umumnya berupa

perlakukan sanitasi yang kadang-kadang secara tidak sengaja membantu

penyebaran patogen. Sebagai contoh : pada waktu menyiang atau mencari ulat,

penyakit virus yang dapat ditularkan secara mekanik akan meluas, seperti

mosaik tembakau dan belang pada kacang tanah. Dalam penyiangan, kecuali

mengurangi kompetisi antara gulma dengan tanaman inang, sekaligus harus

diperhatikan tumbuhan sebagai inang lain dari vektor atau inang dari

patogennya sendiri. Misalnya untuk mosaik tembakau, tumbuhan inang lain

adalah tomat (Lycopersicon esculentum), ceplukan (Physalis angulaata), terong

(Solanum melongena), ketimun (Cucumis sativus), semangka (Cucumis sp.),

buncis (Phaseolus vulgaris), tembakau liar (Nicotiana glutinosa). Untuk

penyakit krupuk pada tembakau, pembawa patogen (vektor) yang berupa lalat

putih (Bemissia tabaci) dapat bertahan pada gulma wedusan (Ageratum

conyzoides), srunen (Sunedrella nodiflora), dan tomat. Inang dari virus tungro

pada padi antara lain : rumput celulang (Eleusine indica), tuton (Echinochloa

colonum), jawan (Echinochloa crugalli) dan lain-lain. Seperti diketahui bahwa

penyakit virus tungro dan kerdil kuning ditularkan oleh wereng hijau

(Nephotettix impicticeps), sedangkan wereng coklat (Nilaparvata lugens)

menularkan virus kerdil rumput dan kerdil hampa pada padi, sehingga salah satu

pengendalian efektif adalah mengadakan pembersihan rumput-rumput inang

virus dan sisa-sisa tanaman padi.

Pemotongan bibit tebu dapat menyebabkan menularnya penyakit blendok

(Xanthomonas albilineans) yang dapat dicegah dengan mendesinfeksi kapak

atau pemotong dengan lysol. Pemeliharaan bibit maupun tanaman perlu selalu

memperhatikan kebersihan pekerja dengan jalan mengadakan desinfeksi

menggunakan sabun trinatrium fosfat atau zat-zat penyamak untuk membuat

inaktif patogen. Tindakan sanitasi dapat juga dilakukan dengan jalan

membinasakan tanaman yang sakit atau menghilangkan bagian-bagian tanaman

sakit secara hati-hati untuk mengurangi sumber penular, sehingga penyakit tidak

meluas. Misalnya menghilangkan cabang-cabang pohon jeruk yang terserang

Diplodia natalensis, memotong bagian-bagian tanaman yang terserang jamur

upas (Corticium salmonicolor)

Penggunaan pohon pelindung yang sering untuk menambah bahan

organik, mengurangi penguapan dan kadang-kadang untuk memperbaiki

kualitas produksi tanaman (misalnya pada teh), harus diperhitungkan akan

kerimbunannya. Pohon pelindung yang terlalu rimbun akan mempertinggi

kelembaban kebun dan mengurangi masuknya cahaya matahari. Hal ini akan

sangat membantu serangan macam-macam patogen khususnya Exobasidium

vexans penyebab penyakit cacar teh. Demikain juga jenis pohon pelindung perlu

diperhitungkan akan kepekaannya terhadap jamur-jamur akar, serangga vektor

yang dapat menyerang tanaman pokok. Misalnya : Lamtoro (Leucaena glauca)

peka terhadap jamur akar coklat (Phellinus lamaensis), jamur akar hitam

(Rosellinia bunodes), jamur kanker belah (Armilaria melea), jamur leher akar

(Ustulina maxima) yang infeksinya biasanya melalui luka akibat penyiangan.

Pohon pelindung dadap (Erythrina subumbrans) banyak digunakan petani

Bengkulu selatan sebagai pohon pelindung tanaman kopi dan pohon panjat

tanaman lada. Dadap peka terhadap jamur akar coklat, jamur kanker belah,

jamur akar merah, jamur leher akar, dan jamur akar putih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar