Selamat datang Di Blog Si keceng

sebuah kata yang akan terukir
ternyata setelah aq berpir bisa untuk membuat blog akhirnya aq bisa

maka jgnlah kamu berpikir tidak bisa dulu niscaya kamu akan tidak bisa.....sepakat toooh

Kamis, 15 Juli 2010

epidemi Leaf Blight (A. solani)

MODEL PERAMALAN PENYAKIT LEAF BLIGHT PADA WORTEL

Wortel atau carrots (Daucus carota L.) bukanlah tanaman asli Indonesia, tanaman wortel ini berasal dari negeri yang beriklim sedang (sub-tropis) yaitu berasal dari Asia Timur dan Asia Tengah. Ditemukan tumbuh liar sekitar 6.500 tahun yang lalu. Rintisan budidaya tanaman wortel ini pada mulanya terjadi di daerah sekitar Laut Tengah, menyebar luas ke kawasan Eropa, Afrika, Asia dan akhirnya ke seluruh bagian dunia yang telah terkenal daerah pertaniannya.

Wortel merupakan bahan pangan (sayuran) yang digemari dan dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Bahkan mengkonsumsi wortel sangatlah dianjurkan, terutama untuk menghadapi masalah kekurangan vitamin A. Dalam setiap 100 gram bahan mengandung 12.000 S.I vitamin A. Tanaman wortel ini merupakan bahan pangan bergizi tinggi, harga murah selain itu mudah mendapatkannya.

Selain sebagai “gudang vitamin A serta nutrisi”, wortel juga berkhasiat untuk penyakit dan memelihara kecantikan. Wortel ini mengandung enzim pencernaan dan berfungsi diuretik. Meminum segelas sari daun wortel segar ditambah garam dan satu sendok teh sari jeruk nipis berkhasiat untuk mengantisipasi pembentukkan endapan dalam saluran kencing, memperkuat mata, paru-paru, jantung dan hati.

Untuk memperoleh produksi wortel yang mempunyai kualitas dan kuantitas yang tinggi, petani tidak hanya dihadapkan pada satu masalah akan tetapi para petani sering kali berhadapan dengan masalah yang sangat kompleks. Masalah-masalah tersebut akan muncul mulai saat pembibitan, pengolahan media, teknik penanaman, pemeliharaan tanaman, serta gangguan hama dan penyakit.

Beberapa patogen yang menyerang wortel misalnya, Cercospora carotae (Pass.) Solheim, Alternaria solani Kuhn. Kedua jamur tersebut hampir terdapat diseluruh dunia, termasuk Indonesia dan menyerang daun sehingga menyebabkan hawar daun. Akibat dari serangan A. solani, daun-daun akan terdapat bercak-bercak kecil berwarna coklat tua sampai hitam dengan tepi yang berwarna kuning. Bercak akan semakin membesar sehingga nantinya dapat bersatu untuk mematikan daun-daun. Sedangkan gejala pada akar baru akan tampak setelah umbi akar disimpan pada akar sehingga akan terdapat bercak yang bentuknya bulat atau tidak teratur, dan agak mengendap. Jaringan yang busuk akan berwarna hitam kehijauan sampai hitam kelam. Pada permukaan bagian yang busuk dapat tumbuh kapang kehitaman yang terutama terdiri dari konidiofor dan konidium yang menyebabkan penyakit.

Suatu penyakit untuk dapat menjadi penting pada suatu lahan, dan terutama supaya penyakit tersebut dapat menyebar pada areal yang luas dan berkembang menjadi epidemi yang hebat, maka harus terjadi kombinasi faktor-faktor lingkungan yang tepat dan penyebaran secara terus menerus ataupun secara berulang-ulang dan dengan frekuensi yang tinggi, meliputi areal yang luas. Bahkan dalam suatu lahan kecil yang mengandung patogen, tumbuhan hampir tidak pernah menderita penyakit yang berat hanya karena satu kondisi yang menguntungkan.

Sistem peramalan penyakit Tom-Cast adalah modifikasi dari versi F.A.S.T (peramalan untuk Alternaria solani pada tanaman wortel). Untuk periode 24 jam (11.00 AM sampai 11.00 AM) Tom-Cast menggunakan lamanya waktu (jam) saat daun-daun dalam keadaan basah dan suhu rata-rata selama periode basah untuk menghitung besarnya nilai kerusakan (DSV) antara 0 sampai 4. Hal tersebut menyesuaikan pada keadaan lingkungan yang tidak mendukung terjadinya peningkatan penyakit tersebut.

Sistem peramalan terhadap penyakit telah dikembangkan sejak lama berdasarkan waktu aplikasi fungisida untuk mengendalikan A. solani penyebab blight pada wortel. Kriteria dari sistem peramalan tersebut meliputi pengawasan aplikasi fungisida setelah 1-2% pada daun-daun yang menunjukkan gejala, aplikasi fungisida secara berjejer hanya 36 jam ketika cuaca mendukung perkembangan penyakit blight, dan pengawasan aplikasi fungisida minimum setelah 7-10 hari dari aplikasi fungisida pertama.

Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa metode peramalan terjadinya epidemi penyakit blight pada wortel dapat dilihat berdasarkan lamanya tenggang waktu aplikasi fungisida dan suhu rata-rata harian yang mendukung perkecambahan spora A. solani. Suhu rata-rata harian dihitung selama 24 jam penuh, dan umumnya dilakukan selama 1 minggu saat kondisi lingkungan mendukung perkembangan penyakit.

Tiap hari nilai DSV di jumlah dan dikumpulkan sampai nilai akhir tercapai, fungisida diaplikasikan, dan nilai DSV kembali lagi ke nol (0). Sesungguhnya sistem peramalan penyakit dengan metode Tom-Cast efektif mengendalikan penyakit leaf blight (A. solani) pada 7 hari untuk nomor semprotan 38 dan 54% pada tahun 2001, 2002 dan bahkan hingga sekarang. Adopsi sistem peramalan penyakit mungkin akan tergantung pada keadaan lingkungan dan kesederhanaan sistem partikular.

Model peramalan yang telah dikembangkan tentunya masih belum sempurna karena masih banyak komponen sebagai faktor kunci yang belum diketahui. Oleh karena itu agar model peramalan mempunyai akurasi yang tinggi maka masih diperlukan evaluasi lapang serta penyesuai dengan spesifik lokasi.

Tipe epidemi dari penyakit Leaf Blight (A. solani) bertipe bunga majemuk dengan faktor lingkungan antara lain temperatur, kelembaban relatif (RH), dan kelembaban daun. Mike Davis dan Joe Nunez dari Balai Perlindungan Tanaman California menyebutkan bahwa ada beberapa model yang dapat kita pergunakan untuk membantu kita dalam melakukan peramalan terhadap terjadinya epidemi penyakit Leaf Blight yang disebabakna oleh A. solani. Model tersebut didasarkan pada pengamatan laju infeksi dari patogen harian (DSV = Disease Severity Values). Nilai dari DSV ini kemudian diakumulasikan 8 minggu kemudian setelah penanaman.

DSV = DAP / 45 (Y + X)

Dimana:

DSV = laju infeksi patogen harian

DAP = hari setelah tanam

Y = RH 90 – 100% tiap jam

X = kelembaban daun tiap jam

Model yang selanjutnya adalah dengan didasarkan pada asal terdapatnya indikasi infeksi yang berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Berdasarkan model peramalan ketika gejala penyakit sudah mencapai 1-2%, maka peramalan didasarkan pada lama terjadinya infeksi yang sedang atau yang telah terjadi setelah 7 sampai 10 hari selanjutnya.

Berdasarkan pada tipe epidemi Leaf Blight (A. solani) yang berbunga majemuk yang penekanannya didasarkan pada Xo dan nilai r maka beberapa strategi pengendalian yang dapat kita pergunakan antara lain, rotasi tanaman, penggunaan varietas yang lebih tahan, sanitasi lahan, pengaplikasian fungisida. Dari beberapa strategi yang dipergunakan tersebut diharapkan akan mampu untuk dapat mengurangi terjadinya epidemi Leaf Blight lebih luas lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar