Selamat datang Di Blog Si keceng

sebuah kata yang akan terukir
ternyata setelah aq berpir bisa untuk membuat blog akhirnya aq bisa

maka jgnlah kamu berpikir tidak bisa dulu niscaya kamu akan tidak bisa.....sepakat toooh

Rabu, 07 Juli 2010

hama utama tanaman kubis

HAMA UTAMA PADA KUBIS
Hama utama yang selalu muncul dan menimbulkan kerusakan yang merugikan adalah ulat daun ( Plutella xylostella L.). Hama ini menyerang tanaman kubis disemua daerah penanaman karena selain genus brassica sebagai inangnya juga dapat menyerang genus lain yang satu famili ( Cruciferae ), bahkan beberapa gulma dapat dijadikan inang alternatif bila pertanaman kubis-kubisan tidak ada. Serangga dewasa berupa ngengat kecil warna coklat kelabu. Telurnya kecil, putih kekuningan diletakkan pada permukaan bawah daun dalam kelompok 10 - 20 butir atau 3 - 4 butir. Larva terdiri atas empat instar. Tingkat kerusakan tergantung pada instar larva yang menyerang, semakin besar larva yakni pada instar 3 dan 4 bila populasi tinggi semakin berat kerusakan yang diakibatkan dengan memakan seluruh daun kecuali tulang daun pada tanaman yang belum membentuk krop. Pada populasi tinggi larva juga dapat menyerang krop bila ulat krop sebagai pesaingnya tidak ada. Selain ulat daun hama utama lain yang sama pentingnya adalah ulat krop ( Crocidolomia binotalis Zell ). Kehadiran hama ini seakan bertujuan untuk melanjutkan serangan ulat daun yang umumnya hanya menyerang tanaman muda, sedangkan ulat krop melanjutkan setelah tanaman mulai membungkus ( bulatan mulai terbentuk ). Serangga dewasa adalah berupa ngengat warna krem keputihan. Tiap ngengat betina dapat meletakkan telur 55 - 285 butir pada bagian bawah permukaan daun. Telur menetas setelah 4 - 6 hari. Larva terdiri atas lima instar yang biasanya hidup bergerombol. Larva ( ulat ) pada awalnya memakan lapisan daun bagian bawah dan menyisakan lapisan epidermis pada permukaan atas daun. Larva yang pada mulanya bergerombol akan berpencar setelah instar ketiga dan melanjutkan serangan pada daun krop yang lebih dalam dan bisa sampai kepucuk dan menyerang titik tumbuh . Selain kedua hama utama tersebut diatas yang juga perlu diwaspadai muncul pada fase tanaman muda adalah ulat tanah ( Agrotis ipsilon ). Hama ini biasanya menyerang tanaman pada umur 0 - 25 hari setelah tanam. Sedangkan jenis ulat krop lainnya yaitu ulat krop bergaris ( Hellula undalis ) yang biasanya menyerang pada musim kering


Cara Pengendalian
Berbagai cara dapat dilakukan dalam pengendalian hama kubis. Namun secara hukum berdasarkan Undang - Undang budidaya tanaman No. XII tahun 1992 pengendalian hama harus dilakukan secara terpadu (PHT), yakni mengurangi atau bahkan meniadakan pengendalian secara kimiawi kecuali pengendalian secara kultur teknis telah dilakukan terlebih dahulu dan penggunaan bahan kimia selalu berdasarkan ambang ekonomi setiap jenis hama. Cara - cara pengendalian kultur tehnis yang dapat dilakukan antara lain:
1. Tumpang sari tomat dengan kubis. Dengan menanam tomat terlebih dahulu, diharapkan aroma tanaman tomat tidak disenangi oleh ngengat Plutella xylostella. Cara dan jarak tanam dapat diatur berselang seling dengan populasi kubis sebagai tanaman pokok harus lebih banyak dibanding tomat.
2. Pengaturan waktu tanam, perlu disesuaikan pada setiap daerah berdasarkan pada musim kemarau dan musim penghujan karena didaerah tertentu pada musim hujan umumnya serangan P. xylostella dan C. binotalis tidak terlalu berat, bahkan bisa terhindar.
3. Pengendalian secara mekanik, dengan mengumpulkan kelompok telur kemudian dimusnahkan.
4. Penanaman tanaman perangkap dan musuh alami, yaitu dengan menanam famili kubis - kubisan seperti sawi atau untuk pengembangan parasitoid Diadegma sp sebagai musuh alami yang dapat memparasit larva. Setelah melakukan pengendalian dengan teknis budidaya tersebut diatas dan masih ditemukan populasi dan serangan hama yang merugikan maka penggunaan insektisida dapat dilakukan dengan berdasarkan Ambang Kendali ( AK) dari hasil pengamatan pada 10 sampel tanaman tiap 0,2 Ha tanaman atau 50 sampel per hektar tanaman yang diambil secara diagonal ataupun bentuk U pada hamparan pertanaman dengan nilai AK sementara sebagai berikut: Ulat daun 5 ekor larva per 10 sampel. Ulat krop 3 kelompok telur per 10 sampel. Bila setelah melakukan pengamatan ditemukan populasi seperti tersebut diatas maka pengendalian dengan insektisida dapat dilakukan, tetapi untuk menjaga kelestarian musuh alami khususnya Diadegma semiclausum dianjurkan menggunakan insektisida selektif yang berbahan aktif bakteri ( insektisida mikroba ) antara lain Dipel, Thuricide, Bactospeine, Turex dan sebagainya atau insektisida kimia dengan bahan aktif Sipermetrin ( Cymbush 50 EC, Fenom 50 EC) , Klorfuazuron ( Atabron 50 EC ), Kartap Hidroklorida ( Padan 50 SP ), Imidakloprid ( Winder 25 WP ) dan sebagainya. Untuk menghindari terjadinya resistensi atau kekebalan pada hama ulat daun dan ulat krop perlu dilakukan pergiliran penggunaan kelompok bahan atau jenis insektisida

hama penting tanaman cabai

Cabai besar (Capsicum annum L.) merupakan salah satu komoditas sayuran penting. Buahnya dikenal sebagai bahan penyedap dan pelengkap berbagai menu masakan khas Indonesia. Karenanya, hampir setiap hari produk ini dibutuhkan. Kian hari, kebutuhan akan komoditas ini semakin meningkat sejalan dengan makin bervariasinya jenis dan menu makanan yang manfaatkan produk ini. Selai itu, juga karena semakin digalakkannya ekspor komoditas non migas.
Daerah penanaman cabai di Indonesia tersebar di Pulau Jawa seperti di Jawa Timur (Gresik, Lamongan, Tuban dan Malang), Jawa Tengah (Brebes, Semarang, Magelang, Rembang, dan DI Yogyakarta), Jawa Barat (Cianjur, Bandung, Serang, Bekasi dan Bogor). Kawasan di luar pulau Jawa meliputi Lampung, Sumatra Barat, dan Aceh Timur
Berdasarkan potensi tanaman cabai itu sendiri, produksi tanaman sebanyak 19-20,5 kuintal/ha tergolong rendah. Rendahnya produksi disebabkan banyak faktor. Beberapa diantaranya berkaitan dengan kualitas benih, teknik budidaya, dan populasi tanaman. Faktor tersebut secara langsung berpengaruh kepada kesehatan dan produktivitas tanaman.
Cabai merah besar merupakan tanaman yang dapat mengadakan penyerbukan sendiri, juga dapat mengadakan persilangan dalam tingkat yang cukup besar, mencapai 9-32%. Petani cabai umumnya mendapat benih dari tanaman cabai yang telah dibudidayakan sebelumnya secara turun temurun. Karena itu, kualitas benih menjadi tidak murni lagi, selanjutnya berpengaruh pada keseragaman tumbuh, produktivitas, dan kerentanan terhadap gangguan hama dan penyakit. Kualitas benih atau galur cabai masih terlihat sebagai kendala yang menyebabkan rendahnya produksi (Nawangsih, Imdad dan Wahyudi, 2000).
Budidaya cabai pada tahun-tahun ini cukup prospektif walau terkadang harganya bisa turun cukup drastis. Namun, walau harganya sering naik turun, pada masa mendatang budi daya cabai masih cukup menguntungkan karena kebutuhan masyarakat tiap tahun terus meningkat.
Melihat keuntungan yang bisa diperoleh dari cabai, tidak salah bila akhir-akhir ini banyak petani atau pengusaha yang mengembangkan budi daya cabai dalam skala luas. Sampai sekarang telah banyak petani cabai yang sukses dalam waktu singkat. Namun, juga tidak sedikit petani yang gagal di cabai.
Kegagalan yang dialami petani cabai selama ini disebabkan oleh dua faktor : tidak bisa memprediksi harga yang bakal terjadi pada saat tanaman mulai panen dan faktor hama utama yang menyerang. Sementara itu, keuntungan yang besar disebabkan oleh kebalikan dua faktor tersebut : bisa melihat harga naik saat tanaman panen dan dapat mengaplikasikan cara budi daya cabai dengan benar.
Mengenai masalah hama utama yang sering menyerang tanaman cabai, sangat dirisaukan petani. Selain dapat merusak kualitas dan kuantitas tanaman cabai, juga dapat menyebabkan lahan tersebut terjadi penurunan yang sangat drastis dalam hasil budi dayanya. Oleh karena itu, banyak sekali petani yang mencoba semua cara-cara pengendalian yang dilakukan untuk memberantas semua hama-hama utama tersebut yang menyerang tanaman cabai (Widodo, 2000).



Lalat buah Nama ilmiah, Dacus sp.termasuk ordo Diptera, dan famili tephritidae). Daerah sebaran tersebar luas di Asia, termasuk Indonesia, dan Hawaii. Menyerang 20 tanaman inang macam jenis buah dan sayur. Buah yang disenangi mangga, blimbing, jambu, apokat, semangka. Kerugian menimbulkan kerugian ekonomi yang cukup besar, hanya saja laporan secara kuantitatif tentang besarnya kerugian belum ada, tidak hanya menyerang buah tua saja, tetapi juga menyerang buah muda. Buah yang terkena serangan umumnya ditandai dengan warna kehitaman pada buah. Bagian yang diserang tersebut selanjutnya akan mengeras.
Gejala serangan, larva makan jaringan buah bagian dalam buah cabai, sehingga buah yang terinfeksi akan menjadi busuk dan biasanya jatuh ke permukaan tanah sebelum larva berubah jadi kepompong. Kerusakan berat sering terjadi pada pertanaman di musim kemarau.
Bioekologi dari jenis hama ini, telur warna putih pucat, bentuk memanjang dan agak membengkok diletakkan pada lubang kecil di bawah permukaan buah pada semua tingkatan buah. Lalat meletakkan telur tersebut dengan menggunakan ovipositornya yang runcing. Jumlah telur yang diletakkan lalat sekitar 7 butir. Dalam keadaan lingkungan yang baik telur akan menetas dalam waktu 2-3 hari, apabila telur diletakkan pada buah yang belum masak, maka waktu penetasan tertunda sampai buah masak. Stadium larva yang aktif merusak buah. Serangga dewasa (imago) panjangnya 6-8 mm dengan rentang sayap 5,3-7,3 mm. Tubuh berwarna cokelat tua dan bersayap transparan. Imago dapat menghasilkan telur sebanyak 1.200-1.500 selama hidupnya.
Larvanya disebut belatung, set atau tempayak, berwarna putih, tidak berkaki, membuat saluran-saluran di dalam buah dan akan menjadi pupa 7-10 hari. Larva instar terakhir panjangnya tidak lebih dari 1 cm akan keluar dari buah dan meloncat ke tanah untuk berkepompong. Larva yang berada dalam buah dapat menstingulir pertumbuhan dan kehidupan organisme pembusuk yang lain. Kepompong berwarna coklat berbentuk seperti tong, berada di bawah permukaan tanah.
Stadium kepompong berlangsung selama kurang dari 2 minggu. Tergantung dari kebasahan tempat atau tanah tempat kepompong berada. Lalat, sayapnya transparan dengan corak dekat tepian sayap terdapat pita berwarna hitam. Dada bagian depan berwarna coklat. Lalat tersebut dapat hidup selama 2-3 bulan.
Cara pengendalian :
1. Pergiliran tanaman dengan tanaman bukan inang misalnya padi
2. Tanam serempak
3. Mengumpulkan buah busuk yang rontok, kemudian dibakar.
4. Menggunakan perangkap beracun, misal metil eugenol dicampur dengan insektisida.
5. Pennyemprotan insektisida efektif apabila ditemukan serangan sedang.
Misalnya dengan penggunaan insektisida Hostathion 75 EC, Lebaycid 25 EC, atau Bayrusil 250 EC.
Nezara viridula atau yang lebih dikenal dengan sebutan kepik hijau ini merupakan salah satu dari ordo Hemiptera yang termasuk dalam famili Pentatomidae dimana hama ini akan menyerang bagian kulit cabai. Gejala yang dapat diamati pada serangan hama ini pada nimfa dan kepik dewasa akan menghisap biji tanaman cabai yaitu dengan cara menusukan alat mulutnya (stilet) pada kulit dan terus kebiji dan kemudian menghisap cairan yang ada di biji sehingga dapat menurunkan hasil dari segi kualitas dan kuantitasnya serta menyebabkan pertumbuhan tanaman tidak sempurna.
Nimfa berwarna hijau, mata berwarna hitam, dan antena berwarna hijau pucat atau coklat. Panjang nimfa rata-rata 9 mm dan lebar 6,86 mm. Perkembangan hidup hama ini pada stadium telur 5-7 hari dan pada stadium nimfa berlangsung selama 23 hari sehingga daur hidupnya berlangsung selama 29 hari.
Predator dan parasitoid sebagai musuh alami N. viridula, memainkan peranan yang penting dalam mengendalikan populasi hama tersebut. Kombinasi kedua musuh alami ini dapat menimbulkan kerusakan 100% pada telur N. viridula yang diletakkan pada tanaman yang sama. Pada saat predator N. viridula tidak ada, tingkat parasitoid mencapai lebih dari 70% dan sebaliknya pada saat predasi mencapai 80%, tidak ditemukan adanya predator. Predator dan parasitoid menekan populasi N. viridula, dalam berbagai tingkatan tahap kehidupan N. viridula, baik telur, larva maupun pupa (Van Den Berg et al. 1995).
Predator utama adalah semut, tetapi serangga lain juga penting. P.megacephala merupakan penyebab utama kematian telur N. viridula. Adanya perbedaan pandangan ini bukan merupakan masalah utama, karena yang paling penting diperhatikan adalah bahwa dengan adanya predator dan parasitoid di lapangan sudah cukup untuk menekan populasi N. viridula
Van Den Berg et al. (1995) menemukan ciri-ciri yang bervariasi akibat serangan predator terhadap N. viridula. Kumbang-kumbang penghisap telur menyebabkan telur menjadi kosong dan cangkang telur menjadi rusak. Predator lain seperti Crikets dan Staphylinids, secara bertahap memindahkan sebagian telur. Pada kasus lain, Soleonopsis geminata membawa seluruh tumpukan masa telur sehingga hanya meninggalkan bekas peletakan telur.
Dalam menekan populasi N. viridula di lapangan, predator memiliki potensi yang berbeda baik untuk setiap fase perkembangan N. viridula, maupun untuk setiap fase tanamannya. Tekanan predator terhadap populasi N. viridula tergantung pada tinggi rendahnya populasi predator di lapangan. Van Den Berg et al. (1995) menemukan bahwa pada wilayah yang memiliki populasi predator rendah mempunyai tekanan predasi yang rendah terhadap N. viridula dan sebaliknya, wilayah yang mempunyai populasi predator yang tinggi juga mempunyai tekanan yang tinggi terhadap N. viridula. Kerapatan tinggi predator berkaitan dengan tingginya tingkat kehilangan telur N. viridula di lapangan (Clarke, 1992).
Tingkat predasi pada berbagai fase kehidupan N. viridula juga berbeda. Van Den Berg et al. (1995) menemukan bahwa pada pertanaman cabai yang tidak mendapat aplikasi pestisida, tingkat predasi pada telur berkisar 19-63%, 33,6% diantaranya disebabkan oleh predator, terutama pada fase telur sampai akhir instar pertama.
Jadi, dalam menekan hama N. viridula, parasitoid dan predator memegang peranan yang sangat penting. Keberadaan parasitoid dan predator secara alamiah dapat menekan populasi N. Viridula pada level yang cukup rendah. Dengan demikian keberadaan parasitoid dan predator perlu dipertahankan. Untuk itu diperlukan upaya konservasi keberadaan musuh alami ini di lapangan.
Upaya konservasi musuh alami dapat dilakukan dengan berbagai cara terutama dengan mengurangi penggunaan pestisida, karena sejalan dengan berkembangnya konsep pengendalian hama terpadu, maka penggunaan pestisida harus diminimalkan kalau perlu ditiadakan. Dengan demikian upaya mengurangi keberadaan N. Viridula pada tanaman cabai dapat berjalan secara alami dan keseimbangan alam tetap terjaga dengan baik.

hama penting tanamn kakao

Serangan hama dan penyakit pada cokelat merupakan kendala utama dalam meningkatkan produksi cokelat. Menyempitnya keragaman genetik tanaman dan usaha peningkatan produksi yang kurang memperhatikan faktor-faktor lingkungan yang menjaga populasi hama, yaitu dengan penggunaan pestisida yang berlebihan, merupakan penyebab meledaknya populasi organisme pengganggu. Didapatkan beberapa jenis hama-hama utama yang telah didapat pada lahan tanaman cokelat, yaitu sebagai berikut :
1. Ordo : Lepidoptera
Famili : Gracillariidae
Spesies : Penggerek buah cokelat (Conopomorpha cramella)







2. Ordo : Homoptera
Famili : Pseudococcidae
Spesies : Kutu putih (Planococus citri)



3. Ordo : Lepidoptera
Famili : Gracillariidae
Spesies : Kepik penghisap buah cokelat (Helopeltis sp.)




Pembahasan
Pada praktikum kali yaitu untuk mengetahui semua jenis-jenis hama utama yang ada di pertanaman kakao/cokelat. Banyak sekali hama yang menyerang tanaman cokelat akhir-akhir ini dan sangat merugikan petani dalam hal kuantitas cokelat yang akan dipanen. Setelah dilakukan pengamatan di lapang, telah didapatkan beberapa hama yang menyerang tanaman cokelat tersebut, diantaranya ialah hama sebagai berikut.
Hama Penggerek Buah Kakao (PBK) merupakan hama utama pada ekosistem kakao. Hama ini bersifat homodinamik dan endemik. Para ahli entomologi melaporkan bahwa PBK berasal dari spesies yang sama dengan spesies yang menyerang buah rambutan tetapi biotipenya berbeda. Biotipe tersebut dapat beradaptasi pada buah kakao, selanjutnya memencar dan hidup pada suatu daerah. Penyebaran PBK sejalan dengan adanya perluasan areal tanam kakao dan introduksi bahan tanaman. Serangan PBK dapat menyebabkan kerusakan buah dan kehilangan produksi biji 82,20%.
Larva Conopomorpha cramella menggerek buah cokelat menjadi busuk. Setelah buah ditinggalkan oleh larva, pertumbuhan biji terganggu., saling menempel sehingga akhirnya menjadi hitam dan keriput. Jika buah yang telah ditinggalkan larva dibelah, terlihat sejumlah liang gerek berwarna cokelat pada bagian dalam kulit buah dan daging buah.
Buah kakao yang diserang berukuran panjang 8 cm, dengan gejala masak awal, yaitu belang kuning hijau atau kuning jingga dan terdapat lubang gerekan bekas keluar larva. Pada saat buah dibelah biji-biji saling melekat dan berwarna kehitaman, biji tidak berkembang dan ukurannya menjadi lebih kecil. Selain itu buah jika digoyang tidak berbunyi. Kerugian yang disebabkan oleh hama ini sangat besar, baik dari segi jumlah maupun mutu hasil. Buah-buah yang terserang hanya menghasilkan sepertiga dari hasil yang sebenarnya dapat dicapai oleh buah yang sehat.
Cara Hidup ngengat ini aktif pada malam hari. Daya terbangnya tidak terlalu jauh, tetapi mudah terbawa angin. Panjang tubuhnya sekitar 7mm dan lebarnya sekitar 2 mm. Sayap depan berwarna hitam bergaris-garis putih, pada setiap ujungnya terdapat serbuah bintik kuning dan sayap belakang seluruhnya berwarna hitam.
Pada umumnya jenis ngengat ini memilih buah yang masih muda (panjang sekitar 7 cm) sebagai tempat untuk meletakkan telur. Telur berbentuk bulat panjang berwarna kemerah-merahan, diletakkan satu per satu pada lekukan buah. Setelah menetas, larva menggerek ke dalam buah. Lubang gerekan berada tepat di bawah tempat peletakan telur. Biasanya larva kepompong pada daun atau pada lekukan buah. Seringkali kepompong juga ditemukan pada daun dan kertas yang ada di sekitar pohon.
Penanggulangan PBK sangat terkait dengan bioekologi hama tersebut, dan petani sebagai pelaku pengendalian, terutama yang terkait dengan motivasi, sikap, kepedulian, budaya asli, pengetahuan lokal, dan kondisi social Selain tanaman cokelat, tanaman inang lainnya ialah rambutan. Cara yang biasa dilakukan untuk mengendalikan Penggerek Buah Cokelat ialah dengan rampasan buah. Setiap tahun sekali dilakukan rampasan terhadap semua buah cokelat. Dengan cara demikian ngengat itu hanya terbang di sekitar tanaman cokelat tanpa menemukan tempat untuk bertelur. Akhirnya ngengat akan mati tanpa meninggalkan keturunan.
Dengan karantina yaitu dengan mencegah masuknya bahan tanaman kakao dari daerah terserang PBK. Dengan pemangkasan bentuk dengan membatasi tinggi tajuk tanaman maksimum 4 m sehingga memudahkan saat pengendalian dan panen. Dengan mengatur cara panen, yaitu dengan melakukan panen sesering mungkin (7 hari sekali) lalu buah dimasukkan dalam karung sedangkan kulit buah dan sisa-sisa panen dibenam. Dengan penyelubungan buah (kondomisasi), caranya dengan menggunakan kantong plastik dan cara ini dapat menekan serangan 95-100 %. Selain itu sistem ini dapat juga mencegah serangan hama helopeltis dan tikus. Dengan cara kimiawi: dengan Deltametrin (Decis 2,5 EC), Sihalotrin (Matador 25 EC), Buldok 25 EC dengan volume semprot 250 l/ha dan frekuensi 10 hari sekali.
Hama Kepik penghisap buah cokelat (Helopeltis sp.) Panjang Helopeltis lebih kurang 7-9 mm dan lebarnya 2 mm. Mempunyai kaki yang panjang dan antena yang sangat panjang. Warnanya bermacam-macam, ada yang cokelat, merah, oranye sampai kuning. Warna telur putih panjang 1,5-2,0 mm, bentuk seperti tabung-test sedikit bengkok dengan tutup yang bulat dengan dua rambut pada satu ujung. Telur dimasukkan satu-satu dalam jaringan tanaman yang lunak, hanya tutup dan rambut-rambutnya saja yang terlihat dari luar. Umumnya telur diletakkan dalam tangkai daun atau urat-urat daun yang besar. Menetas setelah 1-4 minggu, tergantung temperatur. Nimfanya langsing dengan warna merah dan kuning.
Nimfa yang telah selesai perkembangannya panjangnya lebih kurang 7 mm, dengan antena lebih panjang. Perkembangan nimfa ada 5 instar, kecuali nimfa yang pertama semuanya mempunyai alat yang bentuknya seperti duri berdiri pada dada (thorax). Bila udara panas total periode nimfa lebih kurang 3 minggu sedang pada waktu musim yang lebih dingin sampai 6 minggu. Yang betina hidup sampai 6-10 minggu dan bertelur 30-60 butir, beberapa jenis (spesies) ada yang sampai 500 butir.
Helopeltis menyerang kina, cokelat, teh, kapas, jambu monyet, alpokat, mangga dan lain-lainnya. Tanaman yang diserang hebat akan menjadi rusak. Cara makan nimfa yang dewasa dengan menusukkan bagian mulutnya yang bentuknya seperti tabung ke dalam jaringan daun, batang, buah yang berwarna hijau yang lunak. Sebelum makan dimasukkan lebih dulu ludah yang sangat beracun pada sel-sel tanaman. Mula-mula akan kelihatan seperti ada air yang berwarna tua di sekitar tusukan yang kemudian akan berubah warna menjadi cokelat muda pada pusatnya dan hitam pada tepinya.
Pada batang yang luka akan terlihat celah yang memanjang yang akhirnya menjadi bergabus seperti terbentuk callus. Pucuk yang muda akan mati. Buah yang diserang Helopeltis sering juga diserang cendawan sehingga buah akan menjadi busuk atau mengkerut. Tanaman kapas yang diserang Helopeltis akan menjadi kerdil dan bentuk daunnya akan menjadi seperti cangkir. Tanaman muda yang diserang seperti hangus terkena api. Pada buah akan kelihatan lekuk-lekuk bulat yang berwarna hitam dengan garis tengah lebih kurang 3-4 mm, sedang kalau bagian pucuk, tangkai dan pada urat daun lukanya kelihatan memanjang. Serangan Helopeltis ini sering menyerupai serangan bakteri Xanthomonas malvacearum, sehingga orang yang belum berpengalaman akan bingung. Bedanya serangan bakteri hanya mengakibatkan lekuk-lekuk hitam tanpa jaringan callus yang bergabus.Pucuk-pucuk daun biasanya terserang jika pada tanaman cokelat itu hanya terdapat sedikit buah. Serangan berat pada pucuk daun dapat mengakibatkan kematian pucuk.
Gejala serangan berupa bercak-bercak cekung berwarna cokelat kehitaman berukuran 3-4 mm. Bercak-bercak itu diakibatkan oleh cairan ludah serangga yang dikeluarkan sewaktu menghisap cairan tanaman. Kerusakan akan menjadi lebih besar bila terjadi infeksi jamur pada bekas tusukan. Buah kakao yang terserang tampak bercak-bercak cekung berwarna coklat kehitaman dengan ukuran bercak relatif kecil (2-3 mm) dan letaknya cenderung di ujung buah. Serangan pada buah muda menyebabkan buah kering dan mati, tetapi jika buah tumbuh terus, permukaan kulit buah retak dan terjadi perubahan bentuk. Bila serangan pada pucuk atau ranting menyebabkan daun layu, gugur kemudian ranting layu mengering dan meranggas
Nimfa yang baru keluar dari telur, berbulu dan belum memiliki jarum. Nimfa tersebut akan menjadi dewasa setelah 4 kali berganti kulit. Jarum ulai tampak setelah ganti kulit yang pertama. Pada habitat aslinya (alam) kehidupan Helopeltis sp. dipengaruhi oleh intensitas sinar matahari, kelembapan udara, dan angin. Tanaman inang lainnya antara lain : cokelat, teh, kina, dan lain-lain.
Cara pemberantasannya Helopeltis sp. mempunyai beberapa musuh alami (predator), antara lain : belalang sembah (Mantidae), jenis kepik predator (Reduviidae) dan beberapa jenis laba-laba.
Pengendalian yang efektif dan efisien sampai saat ini dengan insektisida pada areal yang terbatas yaitu bila serangan helopeltis <15 % sedangkan bila serangan >15% penyemprot-an dilakukan secara menyeluruh. Selain itu hama helopeltis juga dapat dikendalikan secara biologis, menggunakan semut hitam. Sarang semut dibuat dari daun kakao kering atau daun kelapa tersebut diletakkan di atas jorket dan diolesi gula.
Hama Kutu Putih (Planococus citri), tunas tanaman cokelat yang terserang hama ini pertumbuhannya tidak normal, yaitu terjadi pembengkokan, sehingga pertumbuhan tajuk tanaman tidak sempurna. Bunga dan calon buah yang terserang akan sangat terganggu pertumbuhannya. Sedangkan serangan pada buah cokelat yang telah cukup besar hampir tidak menimbulkan kerugian yang berarti. Kutu putih ini merusak penampilan buah cokelat. Kutu muda hidup dan menghisap cairan kelopak bunga, tunas, atau buah muda. Kutu dewasa mengeluarkan semacam tepung putih yang menyelimuti seluruh tubuhnya (Gambar seperti di samping).
Pada fase dewasa, kutu putih mengeluarkan sejenis cairan gula yang biasanya cairan gula tersebut akan didatangi oleh semut hitam. Pengaruh kutu putih, jelaga hitam dan semut ini membuat penampilan buah jelek; walaupun sebenarnya rasa buah tidak terlalu dipengaruhi. Pengamatan dilakukan pada tunas, kelopak bunga, dan buah mulai pembentukan tunas baru, pembungaan, dan pembentukan buah dengan melakukan pengamatan keberadaan kutu dan intensitas serangannya.
Cara hidup hama ini imago kutu putih berwarna oranye dan tubuhnya diselimuti lapisan lilin seperti kulit. Imago jantan bersayap tembus pandang, sedangkan yang betina tidak bersayap. Telur berwarna putih kekuning-kuningan yang diletakkan secara berkelompok di bawah tubuh induknya dan diselimuti oleh benang-benang halus. Larva muda berwarna kuning dan tubuhnya diselimuti lapisan lilin yang tidak begitu tebal.
Cara pemberantasan pada tanaman muda yang terserang perlu disemprot dengan insektisida, agar tajuk tanaman dapat tumbuh dengan sempurna. Jenis insektisida yang dapat digunakan insektisida berbahan aktif, antara lain : fosfamidon, karbaril.





IV. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan hama yang telah dilakuan pada pertanaman cokelat, maka di dalam praktikum kali ini mengenai identifikasi hama utama yang ada pada tanaman cokelat dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Serangan hama dan penyakit pada cokelat merupakan kendala utama dalam meningkatkan produksi cokelat. Menyempitnya keragaman genetik tanaman dan usaha peningkatan produksi yang kurang memperhatikan faktor-faktor lingkungan yang menjaga populasi hama, yaitu dengan penggunaan pestisida yang berlebihan, merupakan penyebab meledaknya populasi organisme pengganggu.
2. Hama utama yang didapatkan pada lahan pertanaman cokelat kali ini antara lain ialah, Hama Penggerek Buah Kakao (PBK), Hama Kepik penghisap buah cokelat (Helopeltis sp.), dan Hama Kutu Putih (Planococus citri),
3. Hama Penggerek Buah Kakao (PBK) merupakan hama utama pada ekosistem kakao. Hama ini bersifat homodinamik dan endemik. Para ahli entomologi melaporkan bahwa PBK berasal dari spesies yang sama
4. Hama Kutu Putih (Planococus citri), tunas tanaman cokelat yang terserang hama ini pertumbuhannya tidak normal, yaitu terjadi pembengkokan, sehingga pertumbuhan tajuk tanaman tidak sempurna. Bunga dan calon buah yang terserang akan sangat terganggu pertumbuhannya.
5. Tanaman kapas yang diserang Helopeltis akan menjadi kerdil dan bentuk daunnya akan menjadi seperti cangkir. Tanaman muda yang diserang seperti hangus terkena api.

Selasa, 06 Juli 2010

asrama

I. PENDAHULUAN

1.1 Tinjauan Pustaka

Sudah beberapa abad lamanya, kopi menjadi bahan perdagangan, karena kopi dapat diolah menjadi minuman yang lezat rasanya. Dengan kata lain kopi ialah sebagai penyegar badan dan pikiran. Badan yang lemah dan rasa kantuk dapat hilang, setelah minum kopi panas. Lebih - lebih orang yang sudah menjadi pecandu kopi, bila tidak minum kopi rasanya akan capai dan tak dapt berpikir.

Karena kopi menjadi bahan perdagangan, maka dalam menyukseskan pelita ini, perkebunan kopi mendapat kepercayaan dan tugas berat dari pemerintah untuk menghasilkan kopi sebagai bahan ekspor. Sebab dari berbagai penjuru dunia banyak orang yang suka minum kopi, tetapi negaranya tidak menghasilkan, sehingga Negara tersebut harus membeli dari Negara lain. Maka dewasa ini tanaman kopi lebih meluas (AAK, 2002).

Nama kopi sebagai bahan minuman sudah tidak asing lagi. Aroma yang harum, rasanya yang khas nikmat, serta khasiat yang dapat memberikan rangsangan penyegaran badan membuat kopi cukup akrab di lidah dan digemari. Penggemarnya bukan saja bangsa Indonesia, tetapi juga berbagai bangsa seantero dunia.

Bagi petani, kopi bukan hanya sekedar minuman segar dan berkhasiat, tetapi juga mempunyai arti ekonomi yang cukup penting. Sejak puluhan tahun yang lalu kopi telah menjadi sumber nafkah bagi banyak petani. Tanpa pemeliharaan yang berarti pun, tanaman kopi sudah bisa memberikan hasil yang cukup lumayan untuk menambah penghasilan. Apalagi bila pemeliharaan dan pengolahannya cukup baik, pasti usaha ini mendatangkan keuntungan yang berlipat ganda (Najiyati dan Danarti, 2001).

Kopi telah merupakan salah satu bahan minuman rakyat di seluruh dunia, baik di negara - negara produsen maupun di negara - negara impor. Dari perbandingan jumlah produksi dan ekpor impor kopi seluruh dunia dapat diperoleh gambaran bahwa sebagian besar hasil kopi dunia diminum di luar wilayah produsen.

Kopi merupakan suatu komoditi penting dalam ekonomi dunia dan mencapai nilai perdagangan sebesar AS$ 10,3 milyar antara Negara sedang berkembang dan Negara maju. Namun, kopi ialah suatu komoditi yang menderita pada jangka panjang dengan kelebihan penawaran dan jangka pendek dalam kekurangan penawaran. Kopi secara politik juga penting di beberpa Negara sedang berkembang yang tergntung pada kopi untuk sebagian besar dari penerimaan mata uang asing (Spillane, 1990).

Tanaman kopi sedapat mungkin harus dihindarkan dari serngan hama dan penyakit dan gulma. Karena ketiga faktor tersebut dapat menurunkan produksi dan mutu kopi yang dihasilkan. Bahkan akibat serangan hama dan penyakit bisa menyebabkan tanaman tidak mau berbuah sama sekali, atau bahkan sering enyebabkan kematian (Najiyati dan Danarti, 2001).

1.2 Tujuan Praktikum

Tujuan praktikum kali ini yaitu untuk mengetahui dan menghitung pengaruh intensitas serangan hama dan juga mengenal dan mengidentifikasi hama-hama yang ada pada pertanaman kopi.

II. METODOLOGI

2.1 Alat dan Bahan

2.1.1 Alat

§ alat tulis

§ kertas gambar

2.1.2 Bahan

§ Areal lahan pertanaman kopi

2.2 Cara Kerja

1. Menyiapkan alat dan bahan.

  1. Mengamati seluruh tanaman yang ada dalam 1 areal pertanaman kopi tersebut dengan mengamati intensitas serangan.
  2. Menghitung tanaman yang terserang oleh hama dan yang tidak terserang hama.
  3. Mencatatnya dalam draft acara dan menghitung intensitas serangannya.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil Pengamatan

Serangan hama dan penyakit pada kopi merupakan kendala utama dalam meningkatkan produksi kopi. Menyempitnya keragaman genetik tanaman dan usaha peningkatan produksi yang kurang memperhatikan faktor-faktor lingkungan yang menjaga populasi hama, yaitu dengan penggunaan pestisida yang berlebihan, merupakan penyebab meledaknya populasi organisme pengganggu.

Setelah dilakukan pengamatan di lapang mengenai suatu areal pertanaman kopi, didapatkan suatu perhitungan tanaman koipi yang telah terserang oleh hama:

Jumlah tanaman yang ada di areal pertanaman kopi sebanyak 55 tanaman.

Jumlah tanaman kopi yang ada di areal pertanaman kopi tersebut yang terserang hama sebanyak 38 tanaman.

Jadi Intensitas serangan yang pada suatu areal pertanaman kopi tersebut ialah :

= 38 x 100 %

55

= 69,090909 %

Sedangkan untuk jenis-jenis hama utama yang didapat / menyerang tanaman kopi tersebut ialah :

1. Ordo : Hemiptera

Famili : Pseudococcidae

Spesies : Pseudococcus citri

2. Ordo : Hemiptera

Famili : Coccidae

Spesies : Coccus viridis sp.

3.2 Pembahasan

Di beberapa perkebunan kopi banyak dikenal gangguan-gangguan tanaman kopi yang sangat merugikan. Gangguan-gangguan tersebut kebanyakan disebabkan oleh hama dan penyakit, juga disebabkan keadaan sekeliling, yang ada pada umumnya menyerang pada akar batang, ranting, bungan dan buah.

Usaha untuk menghindarkan tanamn kopi dari serangan hama dan penyakit harus dilakukan sedini mungkin dengan cara mencegah timbulnya serangan. Pengendalian hama dan penyakit bisa dilakukan melalui tiga cara yaitu : cara mekanis misalnya dengan pemangkasan, cara biologis misalnya dengan memelihara musuh alaminya, serta cara kimia yaitu dengan menggunakan pestisida. Ketiga cara tersebut dilakukan secara terpadu sehingga diperoleh hasil yang memuaskan.

Hama Kutu dompolan (Pseudococcus citri) menyerang tanaman dengan cara menghisap cairan kuncup bunga, buah muda, serta bagian-bagian ranting dan daun yang masih muda. Akibat serangan hama ini, pertumbuhan tanaman terhenti, daun-daun menguning, calon bunga gagal menjadi bunga dan buah rontok. Bila buah yang diserang tidak rontok, maka perkembangannya akan terhambat dan kulitnya berkeriput sehingga kualitasnya rendah.

Kutu dompolan mempunyai cirri-ciri berbentuk bulat lonjong agak pipih. Tubuh larva dan kutu betina ditutupi oleh lilin yang berwarna putih. Kutu jantan tidak ditutupi oleh lilin, tetapi bersayap. Satu ekor kutu bisa menghasilkan telur 50 – 200 ekor. Setelah 4 – 5 hari telur tersebut akan menetas menjadi nimfa yang juga berwarna putih dan dapat menyerang tanaman seperti bentuk dewasanya.

Yang muda mengisap cairan buah, daun atau tempat mereka berada. Gerakannya lambat, untuk pertumbuhannya sampai sempurna memerlukan waktu 1 sampai 4 bulan. Yang jantan mempunyai 2 sayap, sedang yang betina tidak bersayap selama hidupnya. Dalam satu tahun lahir 2 sampai 4 generasi. Kutu dompolan putih ini bisa menularkan penyakit virus.

Biasanya terdapat pada tanaman jeruk, kopi, dan lain-lain. Serangga ini polyphag (pemakan segala tanaman), tersebar luas di daerah tropis dan subtropis. Kutu ini ada yang hidup di atas tanah dan ada yang di akar. Yang di atas tanah menyerang tunas, daun, buah, tangkai bunga, tangkai buah, batang, dan lain lain. Musuh alami: Beberapa jenis tumbuhan menjadi parasitnya, di antaranya yaitu : Coccophagus gurneyi Compere dan Tetracnemus pretiosus Timberlake; beberapa jenis predator Cryptolaemus montrouzieri Muls., Scymnus apiciflavus Mits., dan lain-lain. Pengendalian: Dapat disemprot dengan Anthio 33 EC, Azodrin 60 WSC, Sevin 85S, Perfekthion, dan lain-lain Secara mekanis, dengan memangkas bagian-bagian yang terserang kemudian dibakar.

Hama yang lainnya ialah Kutu Hijau (Coccus viridis) menyerang tanaman kopi dengan cara mengisap cairan daun dan ranting yang masih hijau sehingga menyebabkan daun menguning dan mengering. Kutu ini biasanya menggerombol dan tinggal pada permukaan bawah daun terutama pada tulang-tulang daun. Merupakan pemakan segala tanaman (Polyphagous), tersebar di daerah tropis dan subtropis, di antaranya Indonesia.

Kutu hijau yang sudah dewasa berbentuk bulat telur dengan panjang 2,5 – 5 mm, tubuhnya dilindungi oleh perisai yang agak keras dan berwarna hijau muda sampai hijau tua. Kutu ini juga mnegluarkan cairan madu sehingga disukai oleh semut. Yang hidup pada tunas muda badannya lebih besar dan lebih cembung daripada yang hidup pada daun. Yang hidup pada tanaman kurus biasanya berukuran kecil.

Kutu hijau ini ovovivipar, telur diletakkan di bawah betinanya dan akan menetas beberapa jam kemudian. Jumlah telur bisa mencapai 500 butir. Setelah menetas nimfa tetap tinggal beberapa hari di bawah badan induknya, yang kemudian menetap di bawah permukaan daun, tunas dan buah. Sesudah mulai bertelur yang betina tetap tinggal ditempat sampai mati. Perkembangan dari telur di dataran rendah lebih kurang 45 hari sedang di tempat yang lebih sejuk sekurang-kurangnya 65 hari.

Walaupun yang menetas banyak tetapi yang dapat terus hidup tak seberapa. Yang jantan jarang atau tak ada, maka reproduksinya boleh dikatakan dilakukan secara partenogenesis. Kutu hijau ini selalu dikunjungi semut yang dapat melindunginya dari predator. Dengan perlindungan semut tertentu perkembangannya lebih pesat. Kutu hijau ini terutama banyak terdapat di dataran rendah dan udara kering. Mencapai jumlah yang terbanyak pada akhir musim kering, dan jumlahnya akan berkurang pada waktu mulai musim hujan karena timbulnya cendawan patogen.

Tanaman inangnya mula-mula diketahui kopi, kemudian jeruk, teh, mangga, jambu biji, jambu air, cengkeh, dan lain-lain. Musuh alami Lembing dari genus Chilocorus merupakan predator yang penting. Beberapa jenis tabuhan Hymenoptera menjadi parasit kutu sisik hijau ini. Selain itu masih ada musuh yang penting yaitu cendawan parasit, di antaranya Cephalosporium lecanii. Cendawan ini efektif pada waktu musim hujan dan akan membunuh koloni kutu sisik hijau dalam waktu yang singkat. Cendawan berwarna putih dan akan menyelimuti kutu sisik. Cendawan yang lain yaitu Entomophthora sp. yang akan menyebabkan kutu menjadi hitam atau merah oranye atau coklat tua. Pengendalian Karena Kutu sisik hijau ini punya hubungan erat dengan semut, maka sebaiknya semut-semut ini juga ikut disemprot pestisida Diazinon, Malathion, dan lain-lain agar jumlahnya berkurang.

Kutu hijau ini dikendalikan melalui 3 cara. Cara kimiawi dan mekanis seperti pengendalian kutu dompolan. Cara biologis dengan melepaskan musuh alaminya. Dengan perbaikan kultur teknis dan penaungan yang cukup, serta cara kimiawi. Adapun gejala serangannya sebagai berikut :

Sedangkan intensitas serangan yang ada pada satu areal pertanaman kopi kali ini sangat berat, hampir semua areal terserang hama Kutu Hijau (Coccus viridis) dan juga Kutu dompolan (Pseudococcus citri). Banyak sekali gejala serangan yang ditimbulkan oleh hama-hama tersebut, diantaranya menyerang ranting dan cabang, buah maupun bungan. Hal ini diakibatkan karena areal pertanaman kopi tersebut sangat jarang sekali dirawatnya. Sehingga hama-hama sangat sering sekali menyerang pada areal tersebut. Dan juga pengendalian terhadap hama-hama terebut juga sangat jarang dilakukan.

IV. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan dan juga pembahasan yang telah didapatkan pada praktikum kali ini, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut yaitu :

1. Pengendalian hama dan penyakit bisa dilakukan melalui tiga cara yaitu : cara mekanis misalnya dengan pemangkasan, cara biologis misalnya dengan memelihara musuh alaminya, serta cara kimia yaitu dengan menggunakan pestisida.

2. Hama Kutu dompolan (Pseudococcus citri) menyerang tanaman dengan cara menghisap cairan kuncup bunga, buah muda, serta bagian-bagian ranting dan daun yang masih muda. Akibat serangan hama ini, pertumbuhan tanaman terhenti, daun-daun menguning, calon bunga gagal menjadi bunga dan buah rontok. Bila buah yang diserang tidak rontok, maka perkembangannya akan terhambat dan kulitnya berkeriput sehingga kualitasnya rendah.

3. Kutu Hijau (Coccus viridis) menyerang tanaman kopi dengan cara mengisap cairan daun dan ranting yang masih hijau sehingga menyebabkan daun menguning dan mengering.

4. Sedangkan intensitas serangan yang ada pada satu areal pertanaman kopi kali ini sangat berat, hampir semua areal terserang hama. Hal ini diakibatkan karena areal pertanaman kopi tersebut sangat jarang sekali dirawatnya. Sehingga hama-hama sangat sering sekali menyerang pada areal tersebut. Dan juga pengendalian terhadap hama-hama terebut juga sangat jarang dilakukan.

kalibrasi dan alat semprot

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tanaman pertanian sering diganggu atau dirusak oleh organisme pengganggu yang secara ekonomis sangat merugikan petani. Organisme Pengganggu Tanaman ini dikenal sebagai hama tanaman, penyakit tanaman, dan gulma (tumbuhan pengganggu). Organisme Pengganggu Tanaman sering disingkat OPT. Untuk menghindari kerugian karena serangan OPT, tanaman perlu dilindungi dengan cara mengendaliakan OPT tersebut. Dengan istilah “mengendalikan”, OPT tidak perlu diberantas habis karena memang tidak mungkin. Dengan usaha pengendalian, populasi ataua tingkat kerusakan karena OPT ditekan serendah mungkin sehingga secara ekonomis tidak merugikan (Djojosumarto, 2004).

Di Indonesia untuk keperluan perlindungan tanaman, khususnya untuk kehutanan dan pertanian pada tahun 1986 tercatat 371 formulasi yang telah terdaftar dan diizinkan penggunaannya, dan 38 formulasi yang baru mengalami proses pendaftaran ulang. Sedangkan ada 215 bahan aktif yang telah terdaftar dan beredar di pasaran (Sudarmo,1997)

Bagi kehidupan rumah tangga, yang dimaksud hama adalah semua yang meliputi semua hewan yang mengganggu semua kesejahteraan hidup, seperti lalat, nyamuk, kecoak, ngengat, kumbang, siput, tikus dll.

Pestisida adalah substansi kimia yang digunakan untuk membunuh atau mengendalikan berbagai hama. Kata pestisida berasal dari kata pest yang berarti hama dan cida berarti pembunuh. Jadi secara sederhana pestisida diartikan sebagai pembunuh hama. Yang dimaksud hama bagi petani adalah sangat luas, yaitu tungau, tumbuhan pengganggu, penyakit tanaman yang disebabkan oleh fungi, bakteri dan virus, kemudian nematode, siput, tikus, burung, dan hewan lainnya yang dianggap mengganggu.

Alat yang digunakan dalam aplikasi pestisida tergantung formulasi yang digunakan. Pestisida yang berbentuk butiran untuk menyebarkannya tidak membutuhkan alat khusus, cukup dengan ember atau alat lainnya yang bisa dugunakan untuk menampung pestisida tersebut dan sarungtangan agar tangan tidak berhubungan langsung dengan pestisida. Pestisida berwujud cairan (EC) atau bentuk tepung yang dilarutkan (WP atau SP) memerlukan alat penyemprot untuk menyebarkannya. Sedangkan pestisida yang berbentuk tepung hembus bisa digunakan alat penghembus. Pestisida berbentuk fumigant dapat diaplikasikan dengan alat penyuntik, misalnya alat penyuntik tanah untuk nematisida atau penyuntik pohon kelapa untuk jenis insektisida yang digunakan memberantas penggerek batang (Djojosumarto, 2000).

Pada dasarnya semua alat yang digunakan untuk mengaplikasikan pestisida dengan cara penyemprotan disebut alat semprot atau sprayer. Apapun bentuk dan mekanisme kerjanya, sprayer berfungsi untuk mengubah atau memecah larutan semprot, yang dilakukan nozzle, menjadi bagian-bagian atau butiran-butiran yang sangat halus ( Panut, 2000 ).

Semua alat yang digunakan untuk mengaplikasikan pestisida dengan cara penyemproan disebut alat semprot atau sprayer. Apapun bentuk dan mekanisme kerjanya, sprayer berfungsi untuk mengubah atau memecah larutan semprot yang dilakukan oleh nozzle, menjadi bagian-bagian atau butiran-butiran yang sangat halus (droplet). Pada alat pengkabut (miss blower) dimasukkan kedalam pengertian sprayer. Fogging machine dan cold aerosol generator sebenarnya juga dapat dianggap sebagai sprayer (Kusnawiria, M.P, 1998).

Banyak jenis alat penyemprot yang bisa digunakan, yaitu penyemprot gendong, pengabut bermotor tipe gendong (Power Mist Blower and Dust), mesin penyemprot tekanan tinggi (High Pressure Power Sprayer), dan jenis penyemprot lainnya. Penggunaan alat penyemprot ini disesuaikan dengan kebutuhan terutama yang berkaitan dengan luas areal pertanaman sehingga pemakaian pestisida menjadi efektif dan efisien.

Penyemprot gendong, baik yang otomatis atau semiotomatis dilengkapi dengan sabuk penggendong. Sabuk ini berfungsi untuk menaruh alat pada punggung si pemakai. Bagi penyemprot gendong otomatis, sebelum penyemprotan dimulai maka diperlukan pemompaan terlebih dulu. Pemompaan dilakukan berulang kali sampai tekanan di dalam tangki dianggap cukup dengan melihat manometer yang ada pada alat tersebut. Tekanan yang terlalu tinggi dikhawatirkan bisa meledak. Dan sebaliknya, apabila tekanan rendah maka air semprotan keluarnya tidak sempurna. Lain lagi cara penggunaan penyemprotan gendong semiotomatis, jenis penyemprot ini diperlukan pemompaan yang kontinyu.

Pengabut bermotor tipe gendong (Power Mist Blower and Dust) adalah alat untuk mengabutkan atau menghembuskan cairan dari dalam tangki. Untuk melakukan pekerjaan tersebut masih diperlukan bantuan motor penggerak. Pada dasarnya system kerjanya sama, yaitu memanfaatkan tekanan, hanya saja tekanan yang diberikan pada alat ini berasal dari motor penggerak.

Mesin penyemprot tekanan tinggi (High Pressure Power Sprayer) adalah alat yang akan mengeluarkan cairan semprot bila tekanan di dalam tangki cukup tinggi. Bagian-bagian dari penyemprot tekanan tinggi adalah unit ruang tekan dan isap, unit pompa, selang, laras dan nozzle. Alat ini digolongkan menjadi tidga tipe, yaitu tipe penyemprot yang menggunakan kerangka besi, tipe penyemprot yang diletakkan di atas gerobak, dan tipe yang diletakkan di atas traktor (Wudianto, 1997).

1.2 Tujuan

Praktikum kali ini dilaksanakan dengan tujuan agar praktikan dapat mengetahui tentang alat-alat pengaplikasian pestisida yang meliputi macamnya, bagian-bagiannya dan kalibrasi peralatan.

BAB 2. METODOLOGI KERJA

2.1 Alat dan Bahan

2.1.1 Alat

v Alat semprot punggung semi otomatis dan otomatis

v Berbagai tipe nozel

v Tali

v Meteran

v Gelas ukur 1000 mL

v Ember plastik 2 buah

v Stopwatch

2.1.2 Bahan

v Air aqua

2.2 Cara Kerja

1. Penentuan Curah Semprot

  1. Memasukkan air ke dalam curah semprot dan dilakukan pmompaan secukupnya kemudian dilakukan penyemprotan ke dalam ember plastic selama 1 menit.
  2. Mengukur jumlah larutan yang keluar selama 1 menit dengan menggunakan gelas ukur.
  3. Diulangi sebanyak 3 kali, dan menghitung kecepatan curah permenit (A liter).

2. Penentuan Lebar Gawang Penyemprotan

  1. Melakukan penyemprotan pada ketinggian nozel 60 cm dari permukaan tanah.
  2. Mengukur lebar penyemprotan yang dihasilkan oleh nozel dari pojok ke pojok (B meter)

3. Menentukan Kecepatan Jalan

  1. Melakukan penyemprotan sambil berjalan secara teratur sejauh 50 meter.
  2. Menghitung waktu yang diperlukan untuk menempuh jarak 50 meter dengan menggunakan stop watch.
  3. Diulang sebanyak 3 kali, dan dirata-rata serta menghitung kecepatan jalan (C meter/menit).

  1. Perhitungan Jumlah Volume larutan yang diperlukan untuk penyemprotan seluas 1 ha (D) :

D = 10000 x A

C x B

D = Jumlah Volume (liter/ha)

A = Kecepatan curah (liter/menit)

B = Lebar gawang semprot (meter)

C = Kecepatan jalan (meter/menit)


BAB 3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

Kalibrasi Pestisida

Kelompok

Ulangan

A

Kecepatan Curah (liter/menit)

B

Lebar Gawang Semprot (meter)

C

Kecepatan Jalan (meter/menit)

1

1

1,1

1

0,3

2

2

1,9

1

0,32

3

3

1,2

1,2

0,25

Total

1,4 l/menit

1,1 m

0,29

Jadi Jumlah Volume (D) = 10000 x A

C x B

= 10000 x 1,4 l/menit

1,1m x 0,29 menit

= 43887,15 l/ha

Peralatan Pestisida

No.

Gambar

Keterangan

1

Alat Semprot Punggung

Alat Semprot Semi Otomatis

2

Alat Semprot Punggung

3

Alat Semprot Tangan

4

Alat Semprot Otomatis

5

Duster

3.2 Pembahasan

Dalam praktikum acara kedua kami akan membahas data hasil dari praktikum melakukan penyemprotan dalam usaha yang pertama adalah data dari hasil mengambar jenis-jenisnya alat yang berisikan peralatan yang dipakai untuk menyemprot yang dipakai antara lain alat semprot punggung otomatis, alat semprot punggung otomatis, alat penyemprot tangan, alat semprot vogging dan alat semprot yang digunakan pada untuk penyemprotan yaitu alat semprot punggung semi otomatis yang terdiri dari tangki, pompa yang digerakkan dengan tangan ruang bertekanan dan pipa yang dilengkapi katup dan nozel tangki yang digunkan dalam alat ini mempunyai volume 15 L dan terbuat dari bahan anti karat, penyemprotan alat ini dilakukan bersama-sama dengan memompa terus-menerus agar tekanan didalam tabung tetap sama, sedangkan untuk alat yang lain hanya dicatat dan digambar sebagian dari alat tersebut yaitu alat semprot punggung otomatis dengan tangki terbuat dari logam agar dapat menahan tekanan yang ada didalamnya ketika udara dipompa masuk, alat ini terdiri dari tangki, digerakkan dengan tangan alat pengukur tekanan dan pipa yang dilengkapi katup dan nozel, alat penyemprot tangan alat ini biasa digunakan dlam area skala kecil umumnya terbuat dari bahan plastik yang terdiri dari tangki yang terbuat dari plastik, pompa dan tangkainya. Dan ada alat semprot bertenaga tapi dalam praktikum ini kelihatanya alatnya sudah usang, atau sudah berkarat alat yang pada dasarnya menggunakan mesin untuk menghasilkan suatu aliran udara dengan kecepatan tinggi, dimana aliran tersebut akan membawa larutan menjadi butiran-butiran halus alat ini dinamakan dengan mistblower dan yang selanjutnya adalah alat aplikasi debu yang merupak alat aplikasi pestisida dalam formulasi debu yang terdiri dari hopper tempat pestisida, alat untuk mengatur keluarnya pestisida secara kontan dan unit penghembus untuk menghasilkan udara serta tabung pipa tempat keluarnya pestisida, cara kerja alat ini pada dasarnya dengan aliran udara yang dihasilkan baik dengan pompa piston, kantung embus atau kipas yang mendorong alat keluarnya debu masuk kedalam panjang yang dapat diarahkan kesasaran.

Dan praktikum yang kami lakukan yaitu kalibrasi dan saya coba menjelaskan hasil perlakuan dengan alat semprot punggung semi otomatis yaitu mendapatkan hasil dengan rata-rata pada setiap perlakuan yaitu pada kelompok 1 ulangan 1 didapatkan hasil rata-rata kecepatan curah 1,4 l/menit, lebar gawang semprot rata-rata 1,1m serta kecepatan jalan 0,29 dan didapatkan hasil jumlah volume keseluruhan yaitu 43887,15 l/ha. Meskipun dalam pengaplikasian menyemprotnya nozel diarahkan lurus saja, tidak dilakukan dengan horizontal oleh karena itu waktu yang dilakukan lebih cepat dan berpengaruh bagi hasil seandainya diaplikasikan pada sebuah tanman, alat semprot punggung dalam penggunaannya perlu dilakukan kalibrasi terlebih dahulu agar jumlah pestisida dapat ditentukan sesuai dengan rekomendasi yang seharusnya, penggunaan nozel yang berbeda serta tekanan yang berbeda akan memberikan hasil yang berbeda, demikian juga setiap alat akan meberikan pengaruh yang berbeda, dan untuk memperhitung banyaknya pestisida yang dipakai di lapang serta ketepatan dalam penggunaannya, dari hasil di atas data yang diperoleh berbeda-beda karena setiap dalam pengaplikasiannya orang memiliki sebuah kecepatan jalan dan cara aplikasi yang bebeda antara kelompok satu dan dua, membuat lebar gawang, menghasilkan kecepatan curah, dan volume yang berbeda-beda.

BAB 4. KESIMPULAN

Dari praktikum ini dapat disimpulkan beberapa kesimpulan:

1. Masing-masing alat yang telah disiapkan untuk digambar mempunyai beberapa fungsi yang sama dan terbuat dari bahan anti karat pada umumnya.

2. Ada sebagian alat yang terbuat dari bahan plastik namun penggunaannya dalam skala kecil.

3. Alat semprot otomatis dan semi otomatis terbuat dari bahan anti karat namun pada yang otomatis terbuat dari logam yang berfungsi untuk menahan tekanan yang kuat yang diakibatkan tekanan pada saan sebelum penyemprotan, dan pebedaan yang lain terdapat pada semi otomatis yang harus melakukan pemompaan pada saat penyemprotan sengkan yang otomatis tidak.

4. Fungsi dari kalibrasi agar jumlah pestisida dapat ditentukan sesuai dengan rekomendasi yang seharusnya, penggunaan nozel yang berbeda serta tekanan yang berbeda akan memberikan hasil yang berbeda, demikian juga setiap alat akan meberikan pengaruh yang berbeda.


DAFTAR PUSTAKA

Djojosumarto, P., 2000, Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian, Kanisius, Yogyakarta.

Djojosumarto, Panut. 2004. Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian. Kanisius. Yogyakarta.

Sastroutomo Soetikno S., 1992, Pestisida Dasar-Dasar Dan Dampak Penggunaanya, Gramedia, Jakarta.

Sukma,Y. dan Yakup, 1991, Gulma Dan Teknik Pengendaliannya, Rajawali Press, Jakarta.