Selamat datang Di Blog Si keceng

sebuah kata yang akan terukir
ternyata setelah aq berpir bisa untuk membuat blog akhirnya aq bisa

maka jgnlah kamu berpikir tidak bisa dulu niscaya kamu akan tidak bisa.....sepakat toooh

Kamis, 15 Juli 2010

PERAMALAN EPIDEMI PENYAKIT BULAI PADA JAGUNG

PERAMALAN EPIDEMI PENYAKIT BULAI PADA JAGUNG

Bulai jagung, Penyebab penyakit ini adalah Peronosclerospora maydis, penyakit bulai dapat menimbulkan gejala sistemik yang meluas ke seluruh badan tanaman serta dapat menimbulkan gejala lokal (setempat). Hal ini tergantung dari meluasnya jamur penyebab penyakit tersebut ke dalam tubuh tanaman yang terinfeksi. Gejala sistemik hanya terjadi bila jamur dari daun yang terinfeksi dapat mencapai titik tumbuh sehingga dapat menginfeksi semua daun yang dibentuk oleh titik tumbuh tersebut.

Suatu penyakit untuk dapat menjadi penting pada suatu lahan, dan terutama supaya penyakit tersebut dapat menyebar pada areal yang luas dan berkembang menjadi epidemi yang hebat,maka harus terjadi kombinasi faktor-faktor lingkungan yang tepat dan penyebaran secara terus menerus ataupun secara berulang-ulang dan dengan frekuensi yang tinggi, meliputi areal yang luas. Bahkan dalam suatu lahan kecil yang mengandung patogen, tumbuhan hampir tidak pernah menderita penyakit yang berat hanya karena satu kondisi yang menguntungkan.

Serangan patogen ini tiap tahun semakin meningkat, gangguan tersebut belum dapat dikendalikan secara optimal sehingga mengakibatkan kerugian yang cukup besar baik berupa kehilangan hasil, menurunkan mutu, terganggunya kontinuitas produksi, serta penurunan pendapatan petani. Oleh karena itu, di masa depan diperkirakan gangguan OPT akan semakin kompleks, yang antara lain akibat perubahan fenomena iklim global yang berpengaruh terhadap pola musim/cuaca lokal yang sangat erat kaitannya dengan perkembangan OPT.

Dalam ilmu manajemen, peramalan termasuk dalam unsur perencanaan, dan perencanaan merupakan bagian yang terpenting dalam manajemen. Karena itu peramalan merupakan bagian yang sangat penting dalam proses pengambilan keputusan untuk suatu tindakan. Peramalan OPT adalah kegiatan yang diarahkan untuk mendeteksi dan memprediksi populasi/serangan OPT serta kemungkinan penyebaran dan akibat yang ditimbulkan dalam ruang dan waktu tertentu. Peramalan OPT merupakan bagian penting dalam program dan kegiatan penerapan PHT dalam kegiatan perencanaan ekosistem yang tahan terhadap gangguan OPT (budidaya tanaman sehat).

Sasarannya antara lain untuk (1) menduga kemungkinan timbulnya OPT, (2) mendeteksi dan memprediksi populasi/serangan dan kerusakan yang ditimbulkan OPT berdasarkan hasil pengamatan terhadap komponen-komponen yang berpengaruh di lapang, serta (3) menduga kerugian atau kehilangan hasil akibat gangguan OPT.

Tujuannya yaitu memberikan informasi tentang populasi, intensitas serangan, luas serangan, penyebaran OPT pada ruang dan waktu yang akan datang. Informasi tersebut sebagai dasar untuk menyusun perencanaan, saran tindak pengelolaan atau penanggulangan OPT sesuai dengan prinsip, strategi dan teknik PHT. Dengan demikian diharapkan dapat memperkecil resiko berusaha tani, populasi/serangan OPT dapat ditekan, tingkat produktivitas tanaman pada taraf tinggi, menguntungkan dan aman terhadap lingkungan.

Agar dapat melakukan peramalan maka diperlukan variabel-variabel tertentu. Untuk penentuan variabel-variabel tersebut dilakukan melalui serangkaian proses kegiatan yang terdiri atas kegiatan kajian lapang yang intensif dan ekstensif, pengumpulan data secara historis (runtun-waktu), laporan PHP, surveillance dan monitoring serta informasi lainnya. Selanjutnya dari kegiatan–kegiatan tersebut akan dapat dipelajari tentang karakteristik OPT yang menjadi variabel (faktor kunci) peramalan seperti tercantum pada Tabel 1.

Tabel 1. Variabel yang digunakan dalam model peramalan OPT

Variabel yang menjelaskan

(independent)

Variabel yang dijelaskan

(dependent)

Populasi OPT, populasi musuh alami, intensitas serangan OPT, komposisi varietas, komposisi vegetasi, komposisi stadia tanaman, luas tanam, luas serangan, tindakan pengendalian, cara budidaya tanaman, dan iklim.

Populasi OPT, intensitas serangan, luas serangan, dan kehilangan hasil.

Berdasarkan musim (kemarau & hujan) serta data luas serangan tahun lalu, luas serangan penyakit bulai dapat diramalkan dengan menggunakan pendekatan matematis sebagai berikut :

· Musim Kemarau

Model 1 : Peramalan luas serangan pada musim kemarau

a. Log Y = 0,385 + 0,365 Log (X1) ± 0,09; (R2 = 0,19)

b. Log Y = 0,172 + 0,174 Log (X1) + 0,539 Log (X2) ± 0,08;

(R2 = 0,42)

Model 2: Peramalan luas serangan pada musim hujan

a. Log Y = 0,640 + 0,546 Log (X1) ± 0,11; (R2 = 0,19)

b. Log Y = 0,452 + 0,313 Log (X1) +0,358 Log (X2) ± 0,11;

(R2 = 0,26)

Keterangan Model 1 dan 2 :

Y = Ramalan luas serangan yang akan terjadi pada musim yang akan datang.

X1 = Luas serangan yang terjadi pada 1 musim yang lalu.

X2 = Luas serangan yang terjadi pada 2 musim yang lalu.

Contoh Model 1 yang diterapkan pada model b:

Ramalan KLTS penyakit bulai pada tanaman jagung Musim Kemarau 2003. Dilaporkan KLTS MH 2002/2003 seluas 10 ha dan KLTS MK 2002 seluas 100 ha. Maka dapat diramalkan:

Log Y = 0,172 + 0,174 Log (X1) + 0,539 Log (X2) ± 0,08

Log Y = 0,172 + 0,174 Log (10) + 0,539 Log (100)

Log Y = 0,172 + 0,174 (1) + 0,539 (2)

Log Y = 0,172 + 0,174 + 1,078 = 1,424

Jadi Ramalan KLTS Musim Kemarau 2003 = 10 1,424 = 26,5 ha,

Minimum = 10 (1,424-0,08) = 10 1,344 = 22,1 ha, dan

Maksimum = 10 (1,424+0,08) = 10 1,504 = 31,9 ha.

Model peramalan yang telah dikembangkan tentunya masih belum sempurna karena masih banyak komponen sebagai faktor kunci yang belum diketahui. Oleh karena itu agar model peramalan mempunyai akurasi yang tinggi maka masih diperlukan evaluasi lapang serta penyesuai dengan spesifik lokasi.

HUBUNGAN EPIDEMIOLOGI DENGAN ILMU kesehatan

HUBUNGAN EPIDEMIOLOGI DENGAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

Epidemiologi berakar dari pemikiran, pertama kali diutarakan lebih dari 2000 tahun yang lalu oleh Hippocrates dan lain-lain, bahwa faktor-faktor lingkungan dapat mempengaruhi kejadian penyakit. Namun, baru pada abad 19 distribusi pada kelompok-kelompok populasi manusia yang spesifik itu diukur secara luas. Karya ini menandai tidak hanya awal dari epidemiologi secara formal, tetapi juga beberapa pencapain yang amat hebat; sebagai contoh, penemuan John Snow yang mengatakan bahwa risiko terjadinya kolera di London itu berhubungan antara lain dengan penyaluran air minum yang dilakukan oleh sebuah perusahaan tertentu. Penelitian-penelitian epidemiologic dari John Snow tersebut merupakan salah satu aspek dari sebuah rangkaian penelitian yang amat panjang yang melibatkan sebuah uji fisik, kimi, biologi, sosiologi dan proses-proses politik.

Istilah epidemiologi berasal dari bahasa yunani yang terdiri dari:

Epi : atas, pada

Demos : rakyat

Logo : ilmu

maka epidemiologi sebenarnya berarti ilmu mengenai hal-hal yang terjadi pada rakyat. Ruang lingkup epidemiologi yang semula mempelajari penyakit menular lambat laun diperluas, sehingga epidemiologi menjadi ilmu yang mempelajari faktor-faktor yang menentukan frekuensi dan distribusi penyakit pada rakyat. Bila ilmu kedokteran klinik mempelajari penyakit pada individu, epidemiologi mempelajari penyakit dan lain keadaan yang berhubungan dengan kesehatan masyarakat.

Ex: Penyakit malaria yang disebabkan oleh protozoa obligat intraseluler dari genus Plasmodium. Penyakit malaria dapat ditularkan secara langsung melalui transfuse darah/jarum suntik yang tercemar darah serta dari Ibu hamil kepada bayinya.

Sasaran penelitian di bidang epidemiologi adalah populasi manusia. Sebuah populai dapat dibatasi menurut wilayah geografi atau cara-cara lainnya. Di bidang kesehatan masyarakat yang luas lagi, epidemiologi digunakan untuk berbagai keperluan. Penelitian-penelitian di bidang epidemiologi yang dilakukan pada masa lampau banyak berkaitan dengan kausa-kausa (etiologo) penyakit-penyakit menular, dan kegiatan tersebut masih tetap esensial, karena dapat mengarahkan kepada identifikasi dari metode-metode pencegahan penyakit. Dalam hal ini, epidemiologi adalah ilmu kedokteran dasar yang memepunyai tujuan meningkatkan kesehatan populasi masyarakat.

Sebab-akibat (kausa) dari beberapa penyakit dapat bersumber semat-mata dari faktor-faktor genetic. Sebagai contoh adalah phenylketonuria. Namun, penyakit lebih sering terjadi sebagai hasil interaksi antara faktor-faktor genetic dan faktor-faktor lingkungan. Dalam konteks ini, lingkungan secara garis besar didefinisikan sebagai semua faktor-faktor biologis, kimia, fisik, psikologis serta faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi kesehatan. Perilaku dan gaya hidup mempunyai peran yang amat besar di dalam hubungan ini, dan epidemiologi semakin digunakan secara luas guna mempelajari pengaruh perilaku dan intervensi preventif melalui promosi kesehatan. Epidemiologi juga berkaitan dengan perjalanan atau outcome (riwayat alamiah) penyakit-penyakit secara individual dan kelompok.

Epidemiologi sebenarnya memberikan dukungan yang amat besar bagi ilmu kedokteran pencegahan dan ilmu kedokteran klinik. Sering kali epidemiologi digunakan untuk menggambarkan status kesehatan dari kelompok-kelompok penduduk tertentu. Pengetahuan tentang beban-beban penyakit yang terjadi pada populasi-populasi itu amat esensial untuk perumusan kebijaksanaan kesehatan. Hal tersebut memerlukan adanya pemanfaatan sumber-sumber terbatas agar dapat memperoleh hasil terbaik yang paling memungkinkan, yaitu dengan cara mengidentifikasikan program-program kesehatan prioritas untuk pencegahan dan perawatan penyakit.

Dalam epidemiologidipelajari distribusi penyakit dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Dalam kaitan ini epidemiologi tidak dapat di pelajari sendiri karena timbulnya penyakit berhubungan dengan faktor-faktor yang ada dalam host, agent dan environment (inang, patogen, dan lingkungan). Proses interaksi iu terjadi dalam ruang dan berjalan dalam kurun waktu terentu. Faktor-faktor lingkkungan fisik (tanah, pengairan, cuaca, kelembaban nisbi, sinar matahari) dan ulah manusia yang ikut mempengaruhi arah interaksi tersebut.

Pada permulaan terjadinya serangan hanya satu tanaman saja yang terinfeksi suatu pathogen, kemudian pathogen itu menginfeksi tanaman lain. Bila yang ditanam inang yang sangat rentan, pathogen sangat agresif, dan cuaca membantu, dengan cepat pathogen tersebut akan mengnfeksi tanaman lainnya yang masih sehat, artinya dalam Sebaliknya bila yang ditanam varietas yang tahan, sifat pathogen tidak agresif, cuaca kurang membantu, pathogen akan memelukan waktu lama unuk menginfeksi tanaman-tanaman yang masih sehat. Jadi infeksi tersebut dapat melaju dengan cepat atau lambat. Laju infeksi sesuatu penyakit dapat diukur secara kuantitatif, tergantung dari sifat pathogen itu sendiri, reaksi tanaman inang pengauh cuaca dan ulah manusia yang mengelola tanaman tersebut.

Kondisi pertumbuhan tanaman sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungannya. Tanah yang subur dengan pengolahan yang baik dan pemberian pupuk yang cukup dan seimbang akan menjamin pertumbuhan tanaman yang sehat. Tanaman sehat lebihmampu menahan serangan berbagai pathogen. Sebaliknya tanaman akan merana dan tidak mampu melawan serangan pathogen bila kondisi lingkungannya buruk. Perkembangan pathogen tidak hanya dipengaruhi oleh kondisi tanaman inangnya, tetapi juga oleh lingkungannya.

Misalnya kelembaban nisbi yang tinggi dan suhu yang cocok merupakan kondisi yang baik bagi perkembangan sesuatu spesies patogen. Faktor manusia sebagai pengelola tanaman tersebut dapat mempengaruhi ketiga vaiabel tadi. Ia dapat memilih jenis tanaman apa yang akan diusahakan, memilih waktu menanam untuk menghindari terjadinya serangan pathogen, mengelola tanaman selamanya pertumbuhannya, mengusahakan lingkungan pertanaman yang akan mengurangi serangan pathogen, mencegah perkembangan penyakit dengan perlakuan petisida dan lain-lain. Sebaliknya ketiga variable tersebut akan mempengaruhi tindakan apa yang harus ditempuhnya agar usahanya berhasil.

Untuk memperdalam pengetahuan terhadap ketiga faktor ini epidemiologi perlu bantuan kerjasama berbagai disiplin ilmu lainnya. Misalnya:

- Dalam faktor host, perlu pengetahuan tentang tubuh manusia (fisik dan mental) dimana:

- keadaan fisiologi akan berhubungan dengan Ilmu Fisiologi

- keadaan organ tubuh --------------- Potologi

- keadaan fisik--------------- Biologi

- Dalam faktor agent perlu pengetahuan tentang sifat-sifat agent penyebab terjadinya penyakit:

- sifat fisik ---------------- Ilmu fisika

- sifat biologis -------------------- Mikrobiologi

- sifat kimiawi ------------------- Ilmu kimia

- Dalam faktor linngkungan

- linkungan fisik ------------ Geologi, Geografi, Fisika

- lingkungan social -------------- Ilmu Sosial Politik

- lingkungan ekonomi --------------- Ilmu Ekonomi

Dengan demikian nampak bahwa epidemologi tidak dapat melepaskan diri dengan bidang ilmu lainnya. Dalam bidang kedokteran, epidemologi berhubungan erat dengan ilmu-ilmu mikrobiologi, parasitologi, patologi, virology, dan ilmu-ilmu laboratorium/preklinik lainnya. Dan tidak terkecuali hubungannya dengan ilmu-ilmu penyakit/klinik seperti ilmu penyakit dalam ilmu bedah dan lainnya.

Epidemiologi sebegai suatu metode ilmiah berperan dalam penelitian sehinga tidak dapat melepaskan diri dalam kaitannya dengan statistic matematika, dan untuk menganalsis masalah-masalah yang berkaitan dengan penerapan strategi pencegahan dan pemberantasan penyakit, epidemiologi memerlukan masukan dari ilmu-ilmu social, antropologi dan ilmu ekonomi.

Oleh karena epidemiologi menganalisis perkembangan penyakit sebagai hasil interaksi antara kedua populasi inang-patogen dalam keadaan lingkungan tertentu, maka epidemiologi itu menggunakan prinsip-prinsip ekologi untuk menjelaskan proses ineraksi tersebut antara lain pengertian tentang ekosistem alamiah, agroekosistem, keragaman, suksesi, stabilitas, subsidi energi, berbagai bentuk interaksi, populasi dengan sifat-sifatnya, dan lain-lain.

Epidemiologi memerlukan analisis kuantitatif proses interksi tersebut. Proses interaksi antara populasi pathogen dengan populasi tanaman inang di bawah pengaruh faktor-faktor lingkungan tunduk kepada prinsip-prinsip matematik, maka dengan pertolongan analisis dan model-model matematik, proses interaksi yang komplek tersebut dapat diterangkan.

Bioekologi dan etiologi pathogen juga diperlukan. Disamping itu diperlukan pengetahuan tentang dasar-dasar genetika. Klimatologi dan agronomi tanaman juga harus dikuasai untuk memahami proses epidemiologi penyakit.

Dengan demikian tampak bahwa sebagai ilmu yang berkembang epidemiologi sangat terbuka untuk menerima masukan dari disiplin ilmu lainnya. Akibatnya, epidemiologi dapat bergandengan tangan dengan berbagai disiplin ilmu bahkan dalam aplikasinya. Epidemiologi lebih merasa sempurna bila bersama denngan ilmu lainnya. Misalnya dlam penerapan epidemiologi di klinik dikenal adanya Epidemiologi klinik. Dan dengan Epidemiologi Klinik tampak epidemiologi tampak berkembang kemampuan metodologiknya dengan mendapat masukan dari berbagai ilmu-ilmu klinik dalam dunia kedokteran.

Daur penyakit melibatkan terjadinya perubahan pada tumbuhan dan gejala tumbuhan dan juga perubahan yang terjadi pada pathogen dan lama periode dalam satu musim tanam dan dari satu musim tanam ke musim tanam berikutnya. Kejadian-kejadian utama yang terjadi dalam satu siklus penyakit adalah inokulasi, penetrasi, pembentukan infeksi, kolonisassi (invasi), pertumbuhan dan reproduksi pathogen, pemencaran pathogen, dan daya bertahan hidup pathogen dalam keadaan tanpa inang, yaitu keadaan pathogen setelah musim gugur atau setelah musi panas.Inokulasi adalah terjadinya kontak antara pathogen dengan tumbuhan.

Patogen mempenentrasi permukaan tumbuhan secara langsung, melalui lubang-lubang alami, atau melalui luka. Beberapa jenis jamur hanya mempenetrasi dengan satu cara, dan ada jenis lain yang mempenentrasi dengan lebih dari sati cara. Sebagian besar bakteri masuk melalui luka, jarang melalui lubang-lubang alami dan tidak pernah secara langsung. Virus, viroid, mikoplasma dan bakteri fastidious masuk melalui luka yang dibuat vektornya, di samping itu beberapa jenis virus dan viroid mungkin juga masuk melalui luka yang dibuat oleh alat-alat pertanian dan cara-cara lain.

epidemi Leaf Blight (A. solani)

MODEL PERAMALAN PENYAKIT LEAF BLIGHT PADA WORTEL

Wortel atau carrots (Daucus carota L.) bukanlah tanaman asli Indonesia, tanaman wortel ini berasal dari negeri yang beriklim sedang (sub-tropis) yaitu berasal dari Asia Timur dan Asia Tengah. Ditemukan tumbuh liar sekitar 6.500 tahun yang lalu. Rintisan budidaya tanaman wortel ini pada mulanya terjadi di daerah sekitar Laut Tengah, menyebar luas ke kawasan Eropa, Afrika, Asia dan akhirnya ke seluruh bagian dunia yang telah terkenal daerah pertaniannya.

Wortel merupakan bahan pangan (sayuran) yang digemari dan dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Bahkan mengkonsumsi wortel sangatlah dianjurkan, terutama untuk menghadapi masalah kekurangan vitamin A. Dalam setiap 100 gram bahan mengandung 12.000 S.I vitamin A. Tanaman wortel ini merupakan bahan pangan bergizi tinggi, harga murah selain itu mudah mendapatkannya.

Selain sebagai “gudang vitamin A serta nutrisi”, wortel juga berkhasiat untuk penyakit dan memelihara kecantikan. Wortel ini mengandung enzim pencernaan dan berfungsi diuretik. Meminum segelas sari daun wortel segar ditambah garam dan satu sendok teh sari jeruk nipis berkhasiat untuk mengantisipasi pembentukkan endapan dalam saluran kencing, memperkuat mata, paru-paru, jantung dan hati.

Untuk memperoleh produksi wortel yang mempunyai kualitas dan kuantitas yang tinggi, petani tidak hanya dihadapkan pada satu masalah akan tetapi para petani sering kali berhadapan dengan masalah yang sangat kompleks. Masalah-masalah tersebut akan muncul mulai saat pembibitan, pengolahan media, teknik penanaman, pemeliharaan tanaman, serta gangguan hama dan penyakit.

Beberapa patogen yang menyerang wortel misalnya, Cercospora carotae (Pass.) Solheim, Alternaria solani Kuhn. Kedua jamur tersebut hampir terdapat diseluruh dunia, termasuk Indonesia dan menyerang daun sehingga menyebabkan hawar daun. Akibat dari serangan A. solani, daun-daun akan terdapat bercak-bercak kecil berwarna coklat tua sampai hitam dengan tepi yang berwarna kuning. Bercak akan semakin membesar sehingga nantinya dapat bersatu untuk mematikan daun-daun. Sedangkan gejala pada akar baru akan tampak setelah umbi akar disimpan pada akar sehingga akan terdapat bercak yang bentuknya bulat atau tidak teratur, dan agak mengendap. Jaringan yang busuk akan berwarna hitam kehijauan sampai hitam kelam. Pada permukaan bagian yang busuk dapat tumbuh kapang kehitaman yang terutama terdiri dari konidiofor dan konidium yang menyebabkan penyakit.

Suatu penyakit untuk dapat menjadi penting pada suatu lahan, dan terutama supaya penyakit tersebut dapat menyebar pada areal yang luas dan berkembang menjadi epidemi yang hebat, maka harus terjadi kombinasi faktor-faktor lingkungan yang tepat dan penyebaran secara terus menerus ataupun secara berulang-ulang dan dengan frekuensi yang tinggi, meliputi areal yang luas. Bahkan dalam suatu lahan kecil yang mengandung patogen, tumbuhan hampir tidak pernah menderita penyakit yang berat hanya karena satu kondisi yang menguntungkan.

Sistem peramalan penyakit Tom-Cast adalah modifikasi dari versi F.A.S.T (peramalan untuk Alternaria solani pada tanaman wortel). Untuk periode 24 jam (11.00 AM sampai 11.00 AM) Tom-Cast menggunakan lamanya waktu (jam) saat daun-daun dalam keadaan basah dan suhu rata-rata selama periode basah untuk menghitung besarnya nilai kerusakan (DSV) antara 0 sampai 4. Hal tersebut menyesuaikan pada keadaan lingkungan yang tidak mendukung terjadinya peningkatan penyakit tersebut.

Sistem peramalan terhadap penyakit telah dikembangkan sejak lama berdasarkan waktu aplikasi fungisida untuk mengendalikan A. solani penyebab blight pada wortel. Kriteria dari sistem peramalan tersebut meliputi pengawasan aplikasi fungisida setelah 1-2% pada daun-daun yang menunjukkan gejala, aplikasi fungisida secara berjejer hanya 36 jam ketika cuaca mendukung perkembangan penyakit blight, dan pengawasan aplikasi fungisida minimum setelah 7-10 hari dari aplikasi fungisida pertama.

Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa metode peramalan terjadinya epidemi penyakit blight pada wortel dapat dilihat berdasarkan lamanya tenggang waktu aplikasi fungisida dan suhu rata-rata harian yang mendukung perkecambahan spora A. solani. Suhu rata-rata harian dihitung selama 24 jam penuh, dan umumnya dilakukan selama 1 minggu saat kondisi lingkungan mendukung perkembangan penyakit.

Tiap hari nilai DSV di jumlah dan dikumpulkan sampai nilai akhir tercapai, fungisida diaplikasikan, dan nilai DSV kembali lagi ke nol (0). Sesungguhnya sistem peramalan penyakit dengan metode Tom-Cast efektif mengendalikan penyakit leaf blight (A. solani) pada 7 hari untuk nomor semprotan 38 dan 54% pada tahun 2001, 2002 dan bahkan hingga sekarang. Adopsi sistem peramalan penyakit mungkin akan tergantung pada keadaan lingkungan dan kesederhanaan sistem partikular.

Model peramalan yang telah dikembangkan tentunya masih belum sempurna karena masih banyak komponen sebagai faktor kunci yang belum diketahui. Oleh karena itu agar model peramalan mempunyai akurasi yang tinggi maka masih diperlukan evaluasi lapang serta penyesuai dengan spesifik lokasi.

Tipe epidemi dari penyakit Leaf Blight (A. solani) bertipe bunga majemuk dengan faktor lingkungan antara lain temperatur, kelembaban relatif (RH), dan kelembaban daun. Mike Davis dan Joe Nunez dari Balai Perlindungan Tanaman California menyebutkan bahwa ada beberapa model yang dapat kita pergunakan untuk membantu kita dalam melakukan peramalan terhadap terjadinya epidemi penyakit Leaf Blight yang disebabakna oleh A. solani. Model tersebut didasarkan pada pengamatan laju infeksi dari patogen harian (DSV = Disease Severity Values). Nilai dari DSV ini kemudian diakumulasikan 8 minggu kemudian setelah penanaman.

DSV = DAP / 45 (Y + X)

Dimana:

DSV = laju infeksi patogen harian

DAP = hari setelah tanam

Y = RH 90 – 100% tiap jam

X = kelembaban daun tiap jam

Model yang selanjutnya adalah dengan didasarkan pada asal terdapatnya indikasi infeksi yang berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Berdasarkan model peramalan ketika gejala penyakit sudah mencapai 1-2%, maka peramalan didasarkan pada lama terjadinya infeksi yang sedang atau yang telah terjadi setelah 7 sampai 10 hari selanjutnya.

Berdasarkan pada tipe epidemi Leaf Blight (A. solani) yang berbunga majemuk yang penekanannya didasarkan pada Xo dan nilai r maka beberapa strategi pengendalian yang dapat kita pergunakan antara lain, rotasi tanaman, penggunaan varietas yang lebih tahan, sanitasi lahan, pengaplikasian fungisida. Dari beberapa strategi yang dipergunakan tersebut diharapkan akan mampu untuk dapat mengurangi terjadinya epidemi Leaf Blight lebih luas lagi.

sistem peramalan hama pada alternaria solani

Sistem Peramalan Penyakit Blight Pada Wortel (Alternaria

solani) Berdasarkan Intensitas Penyemprotan Fungisida Dengan

Menggunakan Sistem Peramalan Penyakit Tom-Cast

Oleh :

Mahbub AL Qusaeri

071510401050

Sistem peramalan penyakit Tom-Cast adalah modifikasi dari versi F.A.S.T (peramalan untuk Alternaria solani pada tanaman wortel). Untuk periode 24 jam (11.00 AM sampai 11.00 AM) Tom-Cast menggunakan lamanya waktu (jam) saat daun-daun dalam keadaan basah dan suhu rata-rata selama periode basah untuk menghitung besarnya nilai kerusakan (DSV) antara 0 sampai 4. hal tersebut menyesuaikan pada keadaan lingkungan yang tidak mendukung terjadinya peningkatan penyakit.

Sistem peramalan terhadap penyakit telah dikembangkan sejak lama berdasarkan waktu aplikasi fungisida untuk mengendalikan A. solani penyebab blight pada wortel. Kriteria dari sistem peramalan tersebut meliputi pengawasan aplikasi fungisida setelah 1-2% pada daun-daun yang menunjukkan gejala, aplikasi fungisida secara berjejer hanya 36 jam ketika cuaca mendukung perkembangan penyakit blight, dan pengawasan aplikasi fungisida minimum setelah 7-10 hari dari aplikasi fungisida pertama.

Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa metode peramalan terjadinya epidemi penyakit blight pada wortel dapat dilihat berdasarkan lamanya tenggang waktu aplikasi fungisida dan suhu rata-rata harian yang mendukung perkecambahan spora A. solani. Suhu rata-rata harian dihitung selama 24 jam penuh, dan umumnya dilakukan selama 1 minggu saat kondisi lingkungan mendukung perkembangan penyakit.

Tiap hari nilai DSV di jumlah dan dikumpulkan sampai nilai akhir tercapai, fungisida diaplikasikan, dan nilai DSV kembali lagi ke nol (0). Sesungguhnya sistem peramalan penyakit dengan metode Tom-Cast efektif mengendalikan penyakit blight (A. solani) pada 7 hari untuk nomor semprotan 38 dan 54% pada tahun 2001, 2002 dan bahkan hingga sekarang. Adopsi sistem peramalan penyakit mungkin akan tergantung pada keadaan lingkungan dan kesederhanaan sistem partikular.

Model peramalan yang telah dikembangkan tentunya masih belum sempurna karena masih banyak komponen sebagai faktor kunci yang belum diketahui. Oleh karena itu agar model peramalan mempunyai akurasi yang tinggi maka masih diperlukan evaluasi lapang serta penyesuai dengan spesifik lokasi.

siklus penyakit

SIKLUS PENYAKIT TUMBUHAN

Jika masuk ke suatu daerah baru, suatu penyakit dapat berkembang dengan cepat dan menjadi epidemi yang berat. Di dalam pembentukan dan perkembangan setiap penyakit yang bersifat menular terjadi suatu seri dari bertahap-tahap atau suatu proses yang berlangsung continue secara berurutan. Proses yang terjadi berurutan di dalam pembentukan dan perkembangan penyakit disebut dengan Siklus Penyakit. Di dalam siklus penyakit tercakup di dalamnya aktivitas patogen pada saat berada di dalam inang atau tanpa adanya inang. Oleh karena itu, siklus penyakit berbeda dengan siklus hidup patogen. Adapun tahap-tahap dari suatu siklus penyakit seperti diketahui merupakan proses yang continue. Artinya, suatu proses tahap tertentu merupakan kelanjutan dari proses sebelumnya dan akan dilanjutkan dengan proses tahap berikutnya. Tahap-tahap yang terjadi di dalam siklus penyakit yaitu fase aktif atau fase patogenesis yang dimulai :

  1. inokulasi
  2. penetrasi
  3. infeksi
  4. kolonisasi
  5. reproduksi
  6. diseminasi

Kemudian dapat diikuti dengan beberapa siklus sekunder; lalu kembali ke siklus primer atau masuk ke fase pasif atau fase saprogenesa. Dari fase saprogenesa kemudian dapat masuk ke fase aktif lagi yang dimulai dengan inokulum awal, lalu diikuti lagi dengan proses selanjutnya.

Inokulasi ialah proses deposisi atau kontaknya inokulum pada permukaan jaringan inang. Inokulum merupakan setiap bagian patogen yang dapat menimbulkan penyakit. Tempat kontak patogen pada inang dapat berupa lubang alami (stomata, lentisel, hidatoda), luka atau permukaan inang.

Penetrasi ialah suatu proses masuknya patogen ke dalam inang. Penetrasi disebut sempurna bila patogen berhasil melalui dinding sel primer atau masuk area interseluler sehingga patogen berada di dalam inang. Penetrasi dapat berlangsung pasif atau aktif. Penetrasi dikatakan pasif bila patogen tidak berpartisipasi aktif, misalnya ketika sel bakteri terbawa oleh film air melalui stomata masuk ke dalam jaringan inang. Penetrasi aktif bila patogen berpartisipasi langsung secara aktif menembus dinding sel dan masuk ke dalam jaringan inang.

Infeksi suatu proses yang terjadi setelah penetrasi, adalah tahap patogen yang sudah menetap di dalam jaringan inang kemudian mendapat zat makanan dari inangnya. Beberapa ahli penyakit tumbuhan, mengemukakan bahwa infeksi dimulai dari inokulasi dan berakhir pada saat patogen mulai mengambil zat makanan inang, berarti penetrasi merupakan bagian dari infeksi. Ahli fitopatologi lain menganggap bahwa infeksi merupakan aktivitas patogen antara penetrasi hingga inang memberikan respon terhadap invasi patogen.

Kolonisasi merupaka suatu proses kelanjutan dari infeksi, yaitu patogen melanjutkan pertumbuhannya dan mengolonisasi inang. Jadi, kolonisasi ialah proses pertumbuhan dan perluasan aktivitas patogen melalui jaringan inang.

Periode inkubasi merupakan waktu yang dibutuhkan patogen sejak mulai inokulasi sehingga timbul gejala. Ahli lain mengartikan periode inkubasi ialah periode sejak inang memberi respon awal terhadap aksi patogen hingga terlihatnya gejala penyakit. Bila gejala penyakit telah terbentuk, berarti patogen telah melakukan reproduksi inokulum sekunder.

Desemiasi (penyebaran) setelah gejala berkembang, inokulum, tnada penyakit dibentuk di permukaan inang yang dikolonisasi. Struktur patogen yang berfungsi sebagai inokulum sekunder tersebut kemudian akan disebarkan oleh serangga, angin, air, atau agen penyebar lain. Jika inokulum mendarat di tempat kontak infeksi pada inang maka terjadi inokulasi, kemudian dilajutkan penetrasi sehingga siklus penyakit akan berkesinambungan. Inokulum yang diproduksi pada tanaman yang baru saja mengalami sakit disebut inokulum sekunder. Inokulum sekunder ini kemudian akan mengawali siklus sekunder dari penyakit.

Saprogenesa (proses bertahan) beberapa inokulum patogen mungkin tidak mendarat pada inang yang rentan dan factor tertentu mungkin tidak sesuai sehingga patogen perlu bertahan dalam kondisi yang ekstrim tersebut. Patogen perlu bertahan hingga kondisi lingkungan sesuai kembali untuk melangsungkan proses patogenesis. Bila kondisi lingkungan yang sesuai terjadi maka akan berlangsung inokulasi, penetrasi, dan seterusnya hingga terjadi siklus penyakit akan berlangsung.

Tipe siklus penyakit

Penyakit yang berbeda dan disebabkan oleh berbagai patogen akan membentuk siklus yang berbeda. Beberapa patogen dapat bertahan pada kondisi yang ekstrim di dalam tanah dengan membentuk struktur dorman, bersifat saprofit pada sisa-sisa tanaman mati, menginfeksi gulma, menginfeksi secara laten pada benih inangnya. Sebagian penyakit dapat mempunyai sejumlah siklus sekunder, sedangkan beberapa penyakit tumbuhan lain tidak mengalami siklus sekunder.

HUBUNGAN EPIDEMIOLOGI DENGAN ILMU KLIMATOLOGI

HUBUNGAN EPIDEMIOLOGI DENGAN ILMU KLIMATOLOGI

Jika dulu epidemiologi dianggap sebagai ilmu yang membahas penyebaran penyakit, sekarang epidemiologi didefinisikan sebagai ilmu penyakit dalam populasi. Dalam epidemiologi dibahas cara-cara penyebaran penyebab penyakit. Berbagai faktor yang mempengaruhi patogen maupun populasi tumbuhan maupun faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi antara populasi patogen dengan tumbuhan. Didalam populasi individu tumbuhan sangat mempengaruhi, sehingga satu populasi bukan hanya sekedar jumlah dari individu-individunya. Oleh karena itu pengelolaan penyakit khususnya pengelolaan terpadu hanya dapat dilaksanakan dengan baik jika didasarkan atas asas-asas epidemiologi.

Epidemiologi berasal dari kata

Epidemik : Terjadinya wabah

Logos : Ilmu

Epidemiologi penyakit tumbuhan merupakan ilmu yang mempelajari perkembangan penyakit dalam populasi tumbuhan persatuan waktu persatuan area. Faktor yang menentuan terjdinya epidemik penyakit tumbuhan yaitu: (a). Inang yang reentan (b). Patogen yang virulen (c). Lama dan intensitas faktor lingkungan yang sesuai bagi perkembangan patogen. Untuk terjadinya suatu epidemik diperlukan 3 kondisi dalam waktu bersamaan yaitu: (a). Ingan harus dalam keadaan fase rentan (b). Populasi patogen haruis dalam tingkat tertentu dan inokulum patogen harus virulen (c). Kondisi lingkungan harus sesuai untuk reproduksi.

Epidemiologi sebenarnya berarti ilmu mengenai hal-hal yang terjadi pada suatu populasi. Ruang lingkup epidemiologi yang semula mempelajari penyakit menular lambat laun diperluas, sehingga epidemiologi menjadi ilmu yang mempelajari faktor-faktor yang menentukan frekuensi dan distribusi penyakit pada suatu populasi.

Klimatologi merupakan ilmu tentang cuaca, iklim dimanan dalam klimatologi dipelajari tentang bagaimana pengaruh lingkungan khususnya cuaca, iklim khususnya bagi kehidupan manusia maupun kehidupan mahluk hidup lainnya. Cahaya, suhu, kelembapan udara, curah hujan dan angin merupakan salah satu unsur iklim variasi dalam unsur-unsur iklim ini dijadikan dalam klasifikasi iklim akan tetapi dalam klasifikasi iklim yang umum dilakukan adalah hanya dengan menggunakan data variasi untuk unsur-unsur iklim yang dominan, artinya unsur iklim yang mempunyai keragaman yang nyata dan mempunyai pengaruh yang penting terhadap proses kehidupan manusia, hewan dan tumbuhan.

Epidemiologi yang merupakan ilmu tentang penyakit dalam populasi membahas berbagai cara penyebaran penyakit. Penyebran perkembangan penyakit dilapang khususnya faktor lingkungan sangat berperan. Iklim yang merupakan salah satu komponen dari faktor lingkungan berperan penting dalam berlangsungnya proses epidemiologi penyakit tumbuhan.

Dengan adanya iklim, proses epidemiologi dapat berlangsung dengan cepat. Iklim yang bersahabat dengan pertumbuhan patogen mampu meningkatkan proses epidemiologi penyakit tumbuhan. Jadi dalam hal ini hubungan epidemiologi penyakit tumbuhan dengan klimatologi yaitu proses epidemiologi tumbuhan sangat ditentukan dan berhubungan erat dengan ilmu klimatologi atau iklim. Iklim mampu mempercepat dan memperlambat proses epidemiologi penyakit tumbuhan.


SIKLUS PENYAKIT TUMBUHAN

Daur besar penyakit tumbuhan merupaka rangkaian proses pembentukan penyakit dengan tahapan proses yang berkesinambungan yang berarti tahapan proses satu akan diikuti oleh tahapan proses lainnya secara berurutan dan tidak ada tahapan proses yang terlewat sehingga merupakan suatu siklus. Daur besar penyakit tumbuhan atau siklus penyakit tumbuhan sangat ditentukan komponen yang selalu berinteraksi. Komponen tersebut antara lain patogen, inang dan lingkungan baik biotik maupun abiotik. Masing-masing dapat berubah-ubah sifatnya sehingga bila satu komponen berubah maka akan mempengaruhi tingkat serangan atau keparahan penyakit.

Contoh komponen yang dapat mempengaruhi tingkat serangan antara lain:

  1. tumbuhan yang terlalu muda atau tua
  2. tumbuhan yang kurang resisten.

Contoh komponen patogen yang mempengaruhi tingkat serangan antara lain:

  1. sifat avirulen atau virulen dari patogen
  2. jumlah populasi yang rendah atau banyak sekali
  3. patogen dalam keadaan dorman atau aktif

. Dalam pembentukan dan perkembangan tiap penyakit yang bersifat menular terjadi suatu seri dari beberapa tahap atau proses yang berlangsung continue yang berurutan. Dalam siklus penyakit tercakup didalamnya aktivitas patogen pada saat berada dalam inang atau tanpa adanya inang. Oleh karena itu, siklus penyakit berbeda dengan siklus hidup patogen

Daur penyakit tumbuhan melibatkan terjadinya perubahan pada tumbuhan dan gejala tumbuhan dan juga perubahan yang terjadi pada patogen dan lama periode dalam satu musim tanam kemusim tanam berikutnya. Tahap-tahap yang terjadi dalam siklus penyakit yaitu fase aktif atau fase patogenesis yang dimulai dari inokulasi, penetrasi, infeksi, kolonisasi, reproduksi, diseminisasi kemudian dapat diikuti dengan beberapa siklus sekunder lalu kembali ke siklus primer atau masuk ke fase pasif atau fase saprogenesa. Dari fase saprogenesa kemudian dapat masuk ke fase aktif lagi yang dimulai dengan inokulum awal, lalu diikuti lagi dengan proses selanjutnya, demikian seterusnya.

Inokulasi adalah proses deposisi kontak inokulum pada jaringan inang. Inokulum merupaka bagian patogen ynag dapat menimbulkan penyakit. Penetrasi adalah masuknya patogen dalam inang. Penetrasi disebut sempurna bila patogen berhasil melalui dinding sel primer. Interseluler sehingga patogen berada dalam inang. Infeksi adalah tahap patogen yang sudah menetap pada jaringan inang kemudian mendapat zat makanan dari inangnya. Infeksi dimulai dari inokulasi dan berakhir pada saat patogen mulai mengambil zat makanan inang berarti penetrasi merupakan bagian dari infeksi. Kolonisasi merupakan proses kelanjutan infeksi yantu patogen melanjutkan pertumbuhannya dan mengolonisasi inang jadi kolonisasi adalah proses pertuimbuhan perluasan aktifitas patogen melalui jaringan inang periode inkubasi merupakan waktu yang dibutuhkan patogen sejak mulai inokulasi hingga timbul gejala.


Sementara Itu, lingkungan dapat mempengaruhi kedua komponen lainnya baik pertumbuhan dan resistensi tumbuhan inang, maupun kecepatan tumbuh atau multiplikasi dan tingkat virulen patogen. Siklus penyakit tumbuhan kadang-kadang berhubungan erat dengan siklus hidup patogen, tetapi hubungan tersebut terutama berkenaan dengan muncul, perkembangan dan bertahannya penyakit seperti patogen berhubungan dengan daur penyakit bukan dengan patogen itu sendiri. Penetrasi pasif bila patogen tidak berpartisipasi aktif, misal sel bakteri yang terbawa oleh filum air melalui stomata. Penetrasi aktif bila patogen berpartisipasi langsung

faktor-faktor yang mempengaruhi menurunnya epidemi Penyakit Tumbuhan

Tugas Mata Kuliah Epidemiologi Penyakit Tumbuhan

Berikut ini merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi menurunnya epidemi Penyakit Tumbuhan, yaitu:

a. Berkurangnya populasi tumbuhan yang rentan.

Merupakan salah satu faktor yang berperan dalam menurunnya epidemi, karena dengan berkurangnya populasi tumbuhan yang rentan memaksa sebagian penyebab penyakit (patogen) tidak mampu bertahan hidup sehingga jumlahnya semakin menurun dan hal ini menyebabkan suatu penyakit yang bersifat epidemik menjadi menurun. Contohnya yaitu Karat kopi yang disebabkan oleh Hemileia vastatrix yang semula menjadi penyakit yang epidemik mulai menurun stelah tanaman kopi tersebut di kurangi.

b. Penggantian kultivar tanaman yang rentan dengan yang tahan atau jenis tanaman yang lain

Faktor ini hampir sama dengan faktor di atas, karena dengan adanya penggantian kultivar tanaman yang rentan dengan tanaman yang tahan atau jenis tanaman yang lain secara langsung berpengaruh terhadap berkurangnya populasi tumbuhan yang rentan, sehingga penyebab penyakit tidak mempunyai tempat tinggal atau tempat untuk memenuhi kebutuhannya dan akhirnya epidemi suatu penyakit menjadi menurun. Sebagai contoh yaitu penyakit karat kopi yang disebabkan oleh Hemileia vastatrix yang terjadi di Sri Langka antara tahun 1870 sampai 1889, menjadi berkurang setelah didaerah tersebut tidak lagi menanam kopi atau mengurangi penanaman kopi dan menggantinya dengan tanaman teh.

c. Terjadinya populasi tumbuhan yang tahan

Setelah terjadi epidemi suatu penyakit dalam kurun waktu yang cukup lama membuat tanaman yang rentan menjadi musnah dan hanya tanaman yang mempunyai ketahanan resistensi alam yang mampu bertahan hidup. Kemudian tanaman yang tahan tersebut diperbanyak atau memperbanyak diri sehingga terjadi peningkatan populasi tumbuahan yang tahan. Hal ini menyebabkan terjadinya penurunan angka tanaman yang terserang oleh suatu penyebab penyakit. Contohnya yaitu penyakit Lanas atau penyakit kolot basah yang disebabkan oleh jamur Phytopthora nicotianae menjadi menurun karena adanya populasi tanaman yang tahan antara lain tembakau Virginia DB 101, NC 95 dan sebagainya.

d. Adanya upaya pengendalian penyakit

Upaya pengendalian penyakit yang dilakukan secra meluas sangat berpengaruh terhadap menurunnya epidemi, karena dengan perlakuan tersebut membuat patogen banyak yang mati sehingga jumlah tanaman yang terserang menjadi berkurang atau walaupun terserang tetapi intensitas serangannya tidak parah. Sebagai contoh yaitu penyakit cacar daun teh yang disebabkan oleh Exobasidium vexans disetiap musim hujan ditekan dengan penyemprotan beberapa macam fungisida secara meluas, yang sudah umum dilakukan oleh para penanam.

e. Adanya pengendalian alami (Natural control) oleh jasad antagonis

Salah satu faktor yang juga mempengaruhi menurunnya epidemi suatu penyakit yaitu adanya pengendalian yang terjadi secara alami oleh jasad antagonis. Akhir-akhir ini banyak sekali penelitian yang menjadikan hal tersebut sebagai bahannya, karena hal tersebut dianggap sebagai pengendalian yang ramah lingkungan dan tidak memerlukan biaya yang banyak. Contoh pengaruh pengendalian alami terhadap menurunnya epidemi yaitu penyakit karat nyali (blister rust, Cronartium ribicola) pada tanaman pinus dapat dikendalikan oleh jamur Tuberculina maxima dengan cara merusak spora Cronartium.

Epidiomologi pertanian

EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TUMBUHAN

Ketahanan vertikal

Masa kini, banyak digunakan benih atau bibit yang mempunyai ketahanan

vertikal untuk mengejar hasil panen yang tinggi. Dari segi epidemiologi, ada

beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menggunakan ketahanan vertikal,

yaitu sebagai berikut :

1. Adanya variabilitas vertikal dari inang. Ketahanan vertikal mudah diterapkan

pada tanaman semusim, misalnya : cerealia, legum, sayuran, kentang, tomat,

tembakau, kapas, dan tanaman semusim lainnya. Untuk tanaman setahun atau

setengah keras, misalnya : tebu, pisang dan beberapa buah-buahan sulit

diterapkan, sedangkan untuk tanaman tahunan (keras), misalnya : teh, kopi,

kakao, karet, jeruk, apel, kelapa, dan tanaman hutan sangat tidak praktis atau

sama sekali tidak dapat dilaksanakan. Perlu diperhatikan juga tentang

kemudahan untuk mengadakan pemuliaan. Variabilitas vertikal tanaman inang

mempunyai perbedaan individual antara spesies tanaman. Tebu yang lebih

mudah dimuliakan mempunyai variabilitas vertikal yang tinggi dibanding

triploid pisang yang lebih sulit dimuliakan.

2. Tipe epidemi penyakit tanaman. Adanya dua tipe epidemi yang secara

matematik analog dengan bunga tunggal dan bunga majemuk dalam pinjam

meminjam uang di Bank. Ketahanan vertikal lebih mempunyai arti terhadap

penyakit tipe bunga tunggal dari pada tipe bunga majemuk. Fusarium,

Verticillium, dan layu bakteri merupakan penyebab penyakit tipe bunga

tunggal, sedangkan Phytophthora pada kentang merupakan penyebab penyakit

bunga majemuk.

3. Mutabilitas patogen atau kemudahan patogen mengalami mutasi. Ketahanan

vertikal agak tidak berarti terhadap patogen yang mempunyai mutabilitas

vertikal yang tinggi. Mutabilitas vertikal dapat terjadi pada patogen tipe bunga

tunggal maupun tipe bunga majemuk. Synchitrium endobioticum dan beberapa

Fusarium mempunyai mutabilitas vertikal yang rendah, sedangkan

Pseudomonas solanacearum mempunyai mutabilitas vertikal yang tinggi.

Diantara penyakit tipe bunga majemuk Fuccinia graminis mempunyai

mutabilitas vertikal yang lebih rendah jika dibandingkan Puccinia polysora

dan Phytophthora infestans yang dapat menghasilkan patotipe vertikal dalam

satu musim dengan populasi yang sangat kecil. Ketahanan vertikal terhadap

penyakit, baik di lapangan maupun di laboratorium akan cepat dipatahkan.

4. Keragaman genetik tanaman inang. Ketahanan vertikal tidak begitu

mempunyai arti apabila populasi tanaman inang yang secara genetik seragam

(uniform) ditanam dalam areal yang luas sebagai kultivar tunggal (monokultur)

Misalnya pada pertanaman gandum, jumlah populasi patogen (Puccinia

antirhini dan Puccinia graminis) dari suatu daerah biasanya sedikit, gennya

campuran dan jarang, tekanan seleksi pada patotipe vertikal yang baru akan

kecil, sebaliknya populasi tanaman gandum yang luas, gennya seragam dan

rapat maka seleksi pada patodem vertikal yang baru sangat besar, sehingga

ketahanan vertikal tanaman gandum akan patah.

5. Pola tanam dan pola waktu tanam. Pola tanam dari ketahanan vertikal di

lapangan adalah sangat penting terutama untuk menghadapi penyakit tipe

bunga majemuk. Monokultur mempengaruhi tekanan seleksi terhadap patogen

tertentu, menghindari monokultur merupakan salah satu cara pengendalian

penyakit tipe bunga majemuk. Pola waktu tanam dari pertanaman yang

memiliki ketahanan vertikal merupakan langkah sangat penting terutama

untuk menghadapi penyakit tipe bunga tunggal. Dalam rotasi tanaman, satu

atau lebih gen yang kuat untuk ketahanan vertikal harus tersedia untuk

menjamin bahwa tekanan stabilitas bekerja secara maksimal.

6. Alat perbanyakan tanaman inang. Ketahanan vertikal kurang berarti untuk

menghadapi penyakit yang ditularkan melalui alat perbanyakan vegetatif

inang. Beberapa penyakit ditularkan melalui alat-alat vegetatif. Bila alat-alat

perbanyakan vegetatif tersebut mempunyai ketahanan vertikal, maka akan

diikuti penularan patotipe vertikal yang sesuai. Inokulum awal kemudian

menjadi berkembang dan pengaruh ketahanan vertikal akan hilang.

7. Tingkat perlindungan ketahanan. Ketahanan vertikal akan cepat patah jika

perlindungan untuk ketahanan yang diberikan tidak sempurna.. Mekanisme

ketahanan vertikal harus memberi perlindungan yang sempurna terhadap

patotipe, tetapi kalau tidak sempurna akan kurang mempunyai arti dan

berbahaya (sangat mudah dipatahkan ketahanannya).

8. Musim atau iklim. Ketahanan vertikal akan lebih mempunyai nilai apabila ada

musim yang menutup, misalnya musim kemarau yang panjang, akan

mengurangi populasi patogen patotipe baru. Hal ini sangat penting terutama

untuk menghadapi parasit obligat tipe bunga majemuk pada tanaman semusim.

Pada tanaman tahunan tetap tidak berguna dalam menggunakan ketahanan

vertikal meskipun ada musim yang menutup karena masih tersedianya jaringan

inang secara berkesinambungan (continue) selama musim kemarau, sehingga

patotipe baru tetap berkembang.

9. Pelaksanaan pengendalian legislatif. Ketahanan vertikal akan lebih

mempunyai arti jika pengendalian legislatif berjalan sesuai dengan peraturan

yang berlaku. Pengendalian legislatif antara lain larangan penanaman patodem

vertikal tertentu untuk mempertahankan kekuatan ketahanan vertikalnya.

Misalnya kultivar ketang dengan ketahanan vertikal terhadap penyakit kutil

(Synchitrium endobioticum). Patogen tersebut merupakan patogen golongan

parasit obligat dan mekanisme ketahanan vertikal kentang memberi

perlindungan sempurna terhadap patotipe vertikal yang tidak sesuai. Di bawah

keadaan tersebut patogen dapat mempertahankan diri hanya dalam bentuk

spora istirahat yang merupakan patotipe vertikal asli, sehingga tidak dapat

dihasilkan patotipe vertikal baru dan ketahanan vertikal tak dapat dipatahkan.

Bentuk lain pengendalian legislatif yang dapat mempertahankan nilai

ketahanan vertikal adalah sertifikasi kesehatan benih dan pengendalian pola

pertanaman.

10. Tingkat penggunaan ketahanan horizontal. Ketahanan vertikal tampaknya

lebih mempunyai arti jika diperkuat dengan tingkat pengunaan ketahanan

horizontal. Tingkat ketahanan horizontal biasanya nilainya sangat rendah,

tetapi ketahanan vertikal dapat dipertinggi secara menyolok jika diperkuat

dengan tingkat ketahanan horizontal yang berguna. Suatu contoh kultivar

kentang vertifolia yang diseleksi untuk ketahanan vertikal terhadap

Phytophthora infestans telah kehilangan ketahanan horizontalnya dalam

proses pemuliaan, sehingga akibatnya paada waktu ketahanan vertikalnya

patah maka kultivar vertifolia sangat rentan terhadap Phytophthora. Fenomena

seperti ini disebut ‘vertifolia effect’.

Sepuluh hal tersebut di atas akan sulit dimengerti jika tidak ada ilustrasi

dalam praktek. Beberapa contoh dalam praktek akan disampaikan berikut ini

agar dapat diidentifikasi aturan-aturan di atas dengan cara diberi nomor dalam

kurung.

a. Layu Fusarium oxysporum. Patogen ini merupakan parasit fakultatif dari tipe

bunga tunggal (2). Tanaman inangnya adalah tanaman semusim (1) yang

paling sedikit diketahui ada satu gen yang kuat, sehingga rotasi tanaman dapat

dilakukan (5), dan pengendalian secara sempurna dapat dimungkinkan dengan

ketahanan vertikal. Pengendalian yang demikian dapat berhasil pada tanaman

tomat dan kobis, tetapi akan gagal jika rotasi tanaman tidak dijalankan.

Pengendalian yang demikian tidak berhasil pada tanaman pisang panama

terhadap penyakit panama (Fusarium oxysporum), karena pisang merupakan

tanaman setahun (setengah keras) yang sangat sulit dimuliakan (1) dan

ditanam dalam areal yang luas dengan klon tunggal (4) dan penyakit juga

ditularkan melalui bahan vegetatif (6).

b. Layu bakteri yang disebabkan oleh Pseudomonas solanacearum. Ketahanan

vertikal terhadap penyakit ini telah dipersiapkan pada kentang, akan tetapi

tidak mempunyai nilai karena patogen mempunyai mutabilitas vertikal yang

tinggi (3), kekurangan gen kuat, penyakit menular melalui umbi sebagai bibit

(6) dan kesulitan untuk mencapai pengendalian legislatif yang cocok (9) di

daerah pertanian tropika di mana penyakit tersebut menimbulkan kerugian.

Kenyataannya, strain SFR dari patogen telah berubah dari tipe bunga tunggal

menjadi tipe bunga majemuk (2)

c. Karat kopi yang disebabkan oleh Hemileia vastatrix. Spora dari karat kopi

ditularkan melalui air. Hal ini berarti bahwa pada skala perkebunan, individu

populasi inang adalah pohon tunggal dan karat merupakan penyakit tipe bunga

tunggal. Pada skala pohon tunggal, individunya adalah daun tunggal dan karat

adalah penyakit bunga majemuk (2). Oleh karena itu pola dalam ruang tidak

mempunyai arti, karena kopi merupakan tanaman tahunan jangka panjang (1),

terdapat jaringan inang secara berkesinambungan (6) yang akan membawa

patotipe vertikal yang sesuai, sehingga pola dalam waktu (5) tidak dapat

dilakukan. Penggunaan ketahanan vertikal terhadap karat kopi sangat

membawa resiko, akan tetapi resiko ini dapat dikurangi karena mutabilitas

patogen (3) sangat rendah, disamping dimungkinkan mengurangi patogenisitas

horizontal dengan ketahanan vertikal yang kompleks. Di Pantai Gading telah

berhasil dikembangkan kopi Arabusta yang tahan terhadap Hemileia vastatrix

strain Afrika barat, kopi ini hasil persilangan kopi Arabika dan Robusta dan

menghasilkan kopi rasa Arabika dengan ketahanan Robusta.

d. Penyakit hawar daun pada kentang yang disebabkan oleh Phytophthora

infestans. Penyakit hawar daun kentang merupakan penyakit tipe bunga

majemuk (2) yang disebabkan oleh patogen dengan mutabilitas vertikal yang

tinggi (3) yang dibawa oleh bagian-bagian vegetatif kentang (6) dari

pertanaman yang secara genetik seragam (4). Faktor-faktor tersebut lebih

menguntungkan kentang sebagai pertanaman semusim yang mekanisme

ketahanan vertikalnya memberikan perlindungan sempurna terhadap patotipe

vertikal yang tidak sesuai (7) dari parasit obligat. Beberapa gen yang kuat

diketahui, ketahanan vertikal terhadap penyakit hawar daun sedemikian jauh

gagal untuk mengendalikan penyakit, akan tetapi kemungkinan pola

pertanaman (5) dan penguatan kembali dengan ketahanan horizontal (10)

dapat menolong.

e. Karat tropika pada jagung yang disebabkan oleh Puccinia polysora. Penyakit

karat jagung merupakan penyakit tipe bunga majemuk (2) yang disebabkan

oleh patogen dengan mutabilitas vertikal yang tinggi (3), sehingga ketahanan

vertikal tanaman terhadap karat jagung tropika cepat patah dan tidak bernilai

lagi. Jagung merupakan tanaman dengan gen yang beraneka ragam dan

bersifat polinasi terbuka, sehingga menghasilkan tingkat ketahanan horizontal

yang memadai. Oleh karena itu ketahanan vertikal akan tidak berguna dan

bahkan tidak diperlukan.

5.5. Budidaya tanaman

Untuk meningkatkan produksi bahan makanan dilakukan usaha budidaya

yang intensif (intensifikasi) dan perluasan areal (ekstensifikasi). Perubahan

lingkungan dari cara budidaya tradisional ke cara budidaya dengan teknologi

moderen mengundang resiko penyakit tanaman yang harus diperhitungkan.

Penggunaan tanah atau lahan yang bebas dari penyebab penyakit harus

diartikan bahwa tanah atau lahan tersebut relatif atau sama sekali bebas dari

patogen yang dapat merugikan jenis tanaman yang akan dibudidayakan atau

ditanam dan boleh mengandung patogen tanaman lain. Di Bengkulu banyak

tanah bukaan baru, seperti bekas alang-alang atau bekas hutan sering merupakan

tanah atau lahan yang bebas patogen tergantung dari jenis tanaman yang akan

dibudidayakan. Tanah bekas hutan akan merupakan tanah atau lahan yang dapat

sangat berpotensi terhadap penyakit jika lahan tersebut kemudian dibudidayakan

tanaman tahunan juga, seperti : karet, kopi, teh, kakao, kelapa sawit dan

tanaman tahunan lainnya, karena pada lahan tersebut akan ada sisa-sisa patogen

akar dari pohon hutan yang dapat merugikan tanaman tahunan yang

dibudidayakan.

Parasit yang terutama menyerang tanaman subur biasanya adalah parasit

obligat, yang hidupnya sangat tergantung kepada sel-sel hidup, seperti : patogen

karat (Puccinia arachidis) pada kacang tanah, patogen karat jagung (Puccinia

polysora), patogen bulai jagung (Scleroperonospora maydis), patogen tepung

pada karet, jeruk, tembakau (Oidium spp.), patogen cacar pada teh

(Exobasidium vexans), patogen karat pada kopi (Hemileia vastatrix), serta

paenyakit-penyakit yang disebabkan oleh virus, mikoplasma dan spiroplasma

pada macam-macam tanaman semusim maupun tahunan. Pemakaian nitrogen

yang terlampau banyak tidak mempunyai pengaruh langsung terhadap

timbulnya karat tetapi akan meningkatkan jumlah daun dan kandungan air.

Intensitas penyakit dan kerentanan tanaman sangat dipengaruhi oleh

penggunaan nitrogen. Penyakit karat dan tepung dirangsang oleh N dari nitrat

(NO3) tetapi dihambat oleh N dari amonium (NH4). Bertambahnya berat

serangan penyakit tepung sebagai akibat dari NO3 dibarengi dengan

bertambahnya luas daun. Meskipun demikian ketahanan daun, yang tergantung

kepada umur, dapat meningkat lagi sebagai hasil penambahan penggunaan

bentuk nitrogen. Patogen Desclera turcica pada jagung, justru timbulnya

penyakit pada varietas yang resisten (tahan) akan lebih berkurang karena NO3,

sebaliknya penggunaan NH4 pada varietas padi yang rentan akan menambah

timbulnya Pyricularia oryzae.

Tanaman yang lemah atau yang tumbuh pada tanah kurang subur mudah

menderita penyakit fisiologis dan mudah diserang oleh parasit-parasit lemah

yang biasanya menyebabkan bercak daun dan busuk akar. Pada tanah-tanah

yang baru sedikit mengalami pelapukan dengan pH rendah (asam) akan

menguntungkan untuk hidupnya jamur-jamur akar, sedangkan tanah-tanah

dengan pH tinggi (5,2 – 5,7) mudah terjangkit penyakit kudis. Intensitas

penyakit busuk akar pada tembakau yang disebabkan oleh Thielaviopsis

basicola akan menurun jika diberi asam sulfat tetapi akan meningkat jika diberi

asam fosfat. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan unsur yang sama ke tanah

dari senyawa yang berbeda akan dapat mengakibatkan perkembangan penyakit

yang berbeda pula.

Parasit yang penularannya lewat tanah kurang dapat bertahan dalam tanah

yang terlalu basah, karena mikroorganisme lain yang bersifat antagonik

(misalnya : Trichoderma, Verticillium) akan menjadi lebih aktif. Tektur tanah

yang lebih ringan akan disukai oleh beberapa parasit seperti nematoda, jamur

akar merah bata (Poria hypolateritia), jamur akar coklat (Phellinus lamaensis),

sedangkan penyakit-penyakit bakteri pada kapas (Xanthomonas malvacearum),

jamur akar merah anggur (Ganoderma pseudoferreum), jamur akar merah ungu

(Spherotilbe repens) banyak terdapat pada tanah bertekstur berat.

Akar tanaman dan patogen tular tanah menempati lingkungan yang sama,

misalnya aerasinya. Perubahan aerasi tanah mungkin akan mempengaruhi

kerentanan tanaman, virulensi patogen atau kedua-duanya, sehingga timbulnya

penyakit akan dipengaruhi oleh keadaan aerasi tanah. Busuk akar tebu yang

disebabkan oleh Pythium arrenomones telah diteliti ada pengaruh ‘salisylic

aldehyde’ yang biasanya terdapat pada tanah-tanah yang drainasenya jelek.

Substansi ini menyebabkan adanya keracunan terhadap tebu dalam konsentrasi

yang relatif tinggi, tetapi mempunyai pengaruh yang kecil dalam konsentrasi

rendah. Namun demikian pengurangan berat tanaman karena inokulasi dengan

jamur tersebut mendekati 6 kali jika ada salisylic aldehyde.

Daerah yang hujannya tidak teratur atau mempunyai periode kering yang

panjang, irigasi merupakan hal yang penting untuk meningkatkan produksi

pertanian. Namun demikian pemberian air akan mempengaruhi kelembaban

tanah dan pada umumnya menambah berat serangan dari patogen tular tanah,

misalnya : Sclerotium rolfsii, Rhizoctonia spp. Irigasi memang memungkinkan

menanam tanaman di luar musim, sehingga rotasi tanaman biasanya kurang

diperhatikan. Hal ini menyebabkan terjadinya serangan yang lebih awal. Oleh

karena itu investasi alat-alat irigasi yang besar hanya menguntungkan jika

tanaman yang akan diusahakan mempunyai nilai pasar yang tinggi dan tindakan

perlindungan tanaman perlu dilakukan seawal mungkin. Untuk penyakitpenyakit

tertentu, misalnya busuk kaki hitam pada Rosela yang disebabkan oleh

Phytophthora parasitica, penggenangan air sedalam 20 cm atau lebih akan

mematikan patogen. Pengenangan satu bulan sebelum ditanami tembakau dapat

sangat mengurangi penyakit lanas yang disebabkan oleh Phytophthora

nicotianae dan membantu perkembangan jamur-jamur antagonis. Namun

demikian jika drainasenya jelek akan merupakan sarang patogen.

Saat menyebar benih, dalamnya menanam dan jarak tanam merupakan

salah satu hal yang harus diperhatikan dalam mengendalikan penyakit tanaman,

karena berpengaruh terhadap lingkungan yang diciptakan dari pertumbuhan

tanaman dan persaingan unsur hara dalam tanah. Banyak tanaman yang lebih

rentan terhadap penyakit pada waktu masih muda. Untuk mengendalikan

penyakit bulai pada jagung dianjurkan untuk menanam jagung lebih awal,

sehingga pada waktu musim banyak hujan, tanaman sudah cukup besar dan

tahan terhadap penyakit bulai. Di Jepang penanaman padi yang lebih awal justru

menambah timbulnya penyakit blast, sebaliknya di Afrika penanaman kacang

tanah yang awal merupakan tindakan pencegahan terhadap penyakit roset yang

disebabkan oleh virus dan ditularkan oleh Aphis.

Penanaman yang terlalu dalam berarti memperbesar kemungkinan

terserang oleh parasit tular tanah, karena kecambah terlalu lama berada di dalam

tanah. Demikian juga penanaman yang terlalu rapat memberikan lingkungan

yang sangat baik kepada parasit-parasit yang perkembangannya dibantu oleh

kelembaban yang tinggi, seperti : Pythium spp. penyebab penyakit busuk

batang, sebaliknya penanaman kacang tanah yang rapat dapat mengurangi

infeksi virus yang ditularkan oleh aphis, menekan persaingan dengan gulma dan

dapat mempertinggi angka hasil.

Pemeliharaan tanaman yang dilakukan oleh petani pada umumnya berupa

perlakukan sanitasi yang kadang-kadang secara tidak sengaja membantu

penyebaran patogen. Sebagai contoh : pada waktu menyiang atau mencari ulat,

penyakit virus yang dapat ditularkan secara mekanik akan meluas, seperti

mosaik tembakau dan belang pada kacang tanah. Dalam penyiangan, kecuali

mengurangi kompetisi antara gulma dengan tanaman inang, sekaligus harus

diperhatikan tumbuhan sebagai inang lain dari vektor atau inang dari

patogennya sendiri. Misalnya untuk mosaik tembakau, tumbuhan inang lain

adalah tomat (Lycopersicon esculentum), ceplukan (Physalis angulaata), terong

(Solanum melongena), ketimun (Cucumis sativus), semangka (Cucumis sp.),

buncis (Phaseolus vulgaris), tembakau liar (Nicotiana glutinosa). Untuk

penyakit krupuk pada tembakau, pembawa patogen (vektor) yang berupa lalat

putih (Bemissia tabaci) dapat bertahan pada gulma wedusan (Ageratum

conyzoides), srunen (Sunedrella nodiflora), dan tomat. Inang dari virus tungro

pada padi antara lain : rumput celulang (Eleusine indica), tuton (Echinochloa

colonum), jawan (Echinochloa crugalli) dan lain-lain. Seperti diketahui bahwa

penyakit virus tungro dan kerdil kuning ditularkan oleh wereng hijau

(Nephotettix impicticeps), sedangkan wereng coklat (Nilaparvata lugens)

menularkan virus kerdil rumput dan kerdil hampa pada padi, sehingga salah satu

pengendalian efektif adalah mengadakan pembersihan rumput-rumput inang

virus dan sisa-sisa tanaman padi.

Pemotongan bibit tebu dapat menyebabkan menularnya penyakit blendok

(Xanthomonas albilineans) yang dapat dicegah dengan mendesinfeksi kapak

atau pemotong dengan lysol. Pemeliharaan bibit maupun tanaman perlu selalu

memperhatikan kebersihan pekerja dengan jalan mengadakan desinfeksi

menggunakan sabun trinatrium fosfat atau zat-zat penyamak untuk membuat

inaktif patogen. Tindakan sanitasi dapat juga dilakukan dengan jalan

membinasakan tanaman yang sakit atau menghilangkan bagian-bagian tanaman

sakit secara hati-hati untuk mengurangi sumber penular, sehingga penyakit tidak

meluas. Misalnya menghilangkan cabang-cabang pohon jeruk yang terserang

Diplodia natalensis, memotong bagian-bagian tanaman yang terserang jamur

upas (Corticium salmonicolor)

Penggunaan pohon pelindung yang sering untuk menambah bahan

organik, mengurangi penguapan dan kadang-kadang untuk memperbaiki

kualitas produksi tanaman (misalnya pada teh), harus diperhitungkan akan

kerimbunannya. Pohon pelindung yang terlalu rimbun akan mempertinggi

kelembaban kebun dan mengurangi masuknya cahaya matahari. Hal ini akan

sangat membantu serangan macam-macam patogen khususnya Exobasidium

vexans penyebab penyakit cacar teh. Demikain juga jenis pohon pelindung perlu

diperhitungkan akan kepekaannya terhadap jamur-jamur akar, serangga vektor

yang dapat menyerang tanaman pokok. Misalnya : Lamtoro (Leucaena glauca)

peka terhadap jamur akar coklat (Phellinus lamaensis), jamur akar hitam

(Rosellinia bunodes), jamur kanker belah (Armilaria melea), jamur leher akar

(Ustulina maxima) yang infeksinya biasanya melalui luka akibat penyiangan.

Pohon pelindung dadap (Erythrina subumbrans) banyak digunakan petani

Bengkulu selatan sebagai pohon pelindung tanaman kopi dan pohon panjat

tanaman lada. Dadap peka terhadap jamur akar coklat, jamur kanker belah,

jamur akar merah, jamur leher akar, dan jamur akar putih.